Kamis 02 Jun 2022 19:34 WIB

Polda Jateng Ungkap Kasus Peredaran Minyak Goreng Kemasan tanpa Ijin Edar

Merk tersebut juga tidak mencantumkan logo halal dari MUI.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Polda Jateng Ungkap Kasus Peredaran Minyak Goreng Kemasan tanpa Ijin Edar (ilustrasi).
Foto: Dokumen.
Polda Jateng Ungkap Kasus Peredaran Minyak Goreng Kemasan tanpa Ijin Edar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Polda Jateng mengatakan telah berhasil mengungkap tindak pidana peredaran minyak goreng kemasan tanpa ijin edar. Jumlah semuanya lebih dari 14 ribu liter minyak goreng tanpa ijin edar yang di amankan atau seberat 12 ton.

"Polda jateng terus melakukan penindakan terkait penyalahgunaan peredaran kebutuhan bahan pokok di tengah masyarakat. Sejauh ini Polda Jateng telah mengungkap kasus penyalahgunaan Migor di enam TKP," kata Kapolda Irjen Pol Ahmad Luthfi pada Kamis (2/6/2022).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan hal ini selaras dengan kebijakan Kapolri untuk mengawal kebijakan pemerintah dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan peredaran migor di tengah masyarakat.

Ia menjelaskan kejadian bermula pada tanggal 18 Mei 2022 ketika petugas kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait dugaan penimbunan migor di wilayah Cilongok, Banyumas.

 

Namun, saat dilakukan pendalaman oleh petugas didapati adanya pelanggaran lain yaitu pemalsuan merk dan informasi yang dicantumkan dalam kemasan.

Di TKP sebuah gudang di desa Cikidang, Banyumas petugas menemukan ribuan botol kemasan minyak goreng merk "Lapama". Dari hasil penyelidikan yang didapat, merk tersebut tidak memiliki ijin edar serta tidak mencantumkan informasi yang benar terkait produknya di kemasan.

Merk tersebut juga memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan pada label dengan memakai izin edar dari perusahaan lain. Barcode yang tertera dalam kemasan juga ternyata milik perusahaan lain. Merk tersebut juga tidak mencantumkan logo halal dari MUI.

Petugas kemudian mengamankan 7 orang pelaku dari TKP dan barang bukti sebanyak 628 karton berisi 12 botol migor merk Lapama berukuran 800 ml dengan total 6 ribu liter minyak goreng.

Pendalaman yang dilakukan petugas mengarah ke tempat pengemasan migor merk Lapama di CV. Alam Timur Jaya yang terletak di Watugede, Singosari, Kab. Malang. Dilokasi tersebut petugas mengamankan 895 karton berisi migor merk Lapama dengan total lebih dari 8,5 ribu liter.

Selain mengamankan barang bukti, petugas juga mengamankan tersangka berinisial RAN selaku direktur perusahaan tersebut. Modus yang digunakan tersangka adalah membeli bahan baku migor berupa minyak sawit jenis RBD CP 10 dari PT Prima Sukses Sejahtera Abadi selaku distributor minyak di wilayah Kabupaten Malang.

"Setiap bulan tersangka membeli sebanyak 7 sampai 8 ton minyak non subsidi tersebut seharga Rp 20.800 per kilo. Oleh tersangka, minyak tersebut dikirim ke gudang tersangka di CV. Alam Timur Jaya dan CV. Bumi Mondoroko," kata dia.

Selanjutnya, migor dikemas ulang dengan merk "Lapama" dan dijual ke masyarakat dengan harga per kardus Rp 235.000 atau per botol seharga Rp 19.500.

"Barang bukti yang diamankan total sebanyak 18.288 botol migor merk Lapama ukuran 800ml. Jumlah semuanya lebih dari 14 ribu liter minyak goreng tanpa ijin edar yang kita amankan atau seberat 12 ton," kata dia.

Ia menambahkan kasus yang diungkap kali ini sangat besar karena melibatkan lintas provinsi. Selain itu, informasi menyesatkan yang dicantumkan dalam kemasan tersebut sangat merugikan masyarakat.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijaksana dengan tidak mencari kesempatan dalam kesempitan terkait peredaran minyak goreng.

"Secara umum di wilayah kita tidak ada kelangkaan dan antrian terkait migor. Kita juga perintahkan seluruh jajaran untuk kontrol harga migor di pasar sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," kata dia.

Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan Pasal  8 ayat (1)  huruf a UU RI Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta pasal 144 UU RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 milyar rupiah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement