Selasa 22 Jun 2021 06:36 WIB

Garuda Indonesia akan Ambil PKPU untuk Hindari Kebangkrutan

Garuda Indonesia sudah menentukan untuk menggunakan jasa konsultan dari Amerika.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Ampelsa
Pekerja membongkar muat kargo dari pesawat Garuda Indonesia setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk  Irfan Setiaputra menegaskan opsi penyelamatan perusahaan melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) bukan kebangkrutan meskipun memiliki risiko yang cukup besar. Saat ini, Garuda Indonesia  cenderung memilih opsi kedua yang ditawarkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni restrukturisasi utang yang sudah jatuh tempo sekitar Rp 70 triliun dari total Rp 140 triliun dengan cara mengajukan PKPU. 

"PKPU itu bukan kebangkrutan. PKPU itu penundaan kewajiban pembayaran utang, bukan pailit," kata Irfan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Senin (20/6). 

Hanya saja, Irfan mengakui terdapat risiko yang cukup besar saat nantinya Garuda Indonesia sudah masuk ke PKPU. Irfan menuturkan, jika tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur setelah 270 hari dari PKPU maka akan pailit. 

Irfan mengakui, hal tersebut diartikan adanya risiko terjadinya pailit namun tetap ada waktu untuk mencapai kesepakatan. "Untuk masuk ke tahap PKPU harus ada keyakinan dan kepastian mengenai penyelesaian negosiasi terhadap utang piutang," ujar Irfan. 

Dia menuturkan, terdapat beberapa hal yang dibutuhkan Garuda Indonesia agar mencapai kesepakatan tersebut. Pertama, kata Irfan, Garuda Indonesia harus memiliki rencana yang solid untuk meyakinkan kreditur bahwa perusahaan dapat memiliki keberlanjutan dalam jangka panjang. 

Kedua, Irfan mengatakan, Garuda Indonesia juga harus memiliki proposal untuk diajukan kepada kreditur. "Di sini ada //debt to equity//, ini penawaran yang harus menunggu persetujuan pemegang saham," ungkap Irfan.

Irfan memastikan, pada dasarnya Garuda Indonesia terbuka jika pemegang saham setuju untuk mengajukan //debt to equity// baik dalam bentuk permanen atau temporer. Dia mengatakan, saat ini perusahaan masih menunggu usulan instrumen yang akan dipakai. 

Dia menambahkan, Garuda Indonesia sudah menentukan untuk menggunakan jasa konsultan dari Amerika Serikat (AS) untuk melakukan negosiasi tersebut. Irfan memastikan, Garuda Indonesia yakin jasa konsultan tersebut memiliki keyakinan Garuda Indonesia dapat sembuh agar proses negosiasi dapat dicapai dengan para kreditur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement