Selasa 21 Jun 2022 20:39 WIB

BPJS Sedot APBD Rp 420 Miliar per Tahun, Pemprov Jateng Diminta Dorong Hidup Sehat

Salah satu penyebab penyakit adalah kurangnya penerapan pola hidup sehat.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
BPJS Sedot APBD Rp 420 Miliar per Tahun, Pemprov Jateng Diminta Dorong Hidup Sehat (ilustrasi).
BPJS Sedot APBD Rp 420 Miliar per Tahun, Pemprov Jateng Diminta Dorong Hidup Sehat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah harus mengeluarkan anggaran hingga mencapai Rp 420 miliar setiap tahun yang bersumber dari APBD, guna membayar BPJS Kesehatan.

Jumlah tersebut merupakan nominal biaya sharing sebesar 20 persen yang harus dibayarkan oleh Pemprov Jawa Tengah untuk layanan kesehatan kuratif bagi warganya yang sakit dan kemudian periksa atau berobat.

Baca Juga

Mempertimbangkan besarnya anggaran yang terserap untuk BPJS Kesehatan ini, Pemprov Jawa Tengah diimbau untuk getol mendorong sosialisasi dan kampanye pola hidup sehat kepada warganya.

“Karena, anggaran hingga Rp 420 miliar per tahun itu digunakan untuk kegiatan yang bersifat promotif atau pencegahan, imbasnya akan cukup luar biasa,” ungkap Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Yudi Indras Wiendarto, di Semarang, Selasa (21/6/2022).

Yudi menyampaikan, salah satu penyebab penyakit adalah kurangnya penerapan pola hidup sehat, seperti kurang berolahraga dan sering mengonsumsi makanan- makanan tidak sehat, seperti makanan siap saji.

Maka, kampanye dan berbagai Kegiatan promotif dalam mendorong budaya dan pola hidup sehat haru didorong di Jawa Tengah.

Salah satunya melalui ‘gowes’ (olahraga bersepeda) untuk mensosialisasikan budaya hidup sehat kepada masyarakat. “Seperti yang dilakukan PNS Pemprov Jawa Tengah dan DPRD Jawa Tengah, akhir pecan kemarin,” jelasnya.

Menurut Yudi, saat ini telah terjadi pergeseran pola penyakit yang ada di masyarakat. Jika sebelum tahun 2000 kecenderungan penyakit yang menyerang adalah penyakit menular karena infeksi, seperti infeksi, lingkungan kotor dan kurang gizi.

Namun mulai tahun 2000 ke atas telah bergeser menjadi penyakit degeneratif dan katastropik. Penyakit degeneratif adalah penyakit yang sifatnya merusak jaringan tubuh yang tak bisa diperbaiki.

Sementara katastropik bisa diartikan penyakit berbiaya tinggi, seperti penyakit stroke, gagal ginjal, gagal jantung dan hipertensi. Karena pola konsumsi makanan berkalori tinggi tetapi kalori yang dikeluarkan tak seimbang hingga menumpuk menjadi lemak.

Faktor lain yang juga harus diwaspadai adalah kemudahan teknologi. Ketersediaan fasilitas pendukung, menjadikan masyarakat malas beraktivitas fisik.

Jika dahulu ingin mengganti saluran televisi saja harus jalan beberapa langkah mendekat televise, namun saat ini cukup menggunakan remote.

Jika sebelumnya membeli makanan harus datang langsung, kini bisa memesan melalui layanan online. Kebiasaan ini semakin menurunkan aktivitas fisik seseorang dan menjadikan kalori terus menumpuk.

“Maka jika anggaran Rp 420 miliar itu digunakan untuk kegiatan pencegahan penyakit maka diyakini akan berdampak besar,” tegas legislator Partai Gerindra Jawa Tengah ini.

Sementara itu, Sekda Provinsi Jawa Tengah, Sumarno mengungkapkan, sekarang ini masyarakat yang terlalu terlalu fokus pada penyembuhan dan bukan menerapkan pola hidup sehat untuk diri dan keluarga untuk mencegah penyakit.

“Masyarakat sepertinya kurang memperhatikan pencegahan penyakit atau menjaga kesehatan mereka. Sedikit- sedikit ke rumah sakit, mungkin karena gratis. Padahal mencegah penyakit itu lebih baik dari mengobati,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement