Rabu 06 Jul 2022 16:46 WIB

BKKBN Jateng Optimalkan Penurunan Angka Stunting

Angka prevalensi stunting untuk tingkat Jateng masih mencapai 20,9 persen.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Sejumlah ibu menyuapi anaknya dengan makanan yang didapat dari program Gerakan Masyarakat Peduli Anak Stunting (Germas Pas).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Sejumlah ibu menyuapi anaknya dengan makanan yang didapat dari program Gerakan Masyarakat Peduli Anak Stunting (Germas Pas).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Langkah-langkah untuk menekan prevalensi stunting (gagal tumbuh kembang anak) terus dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jateng bersama stakeholder terkait. Koordinasi lintas sektoral juga terus diperkuat BKKBN Perwakilan Jateng dengan kabupaten/kota agar sinergi ini mampu menekan angka stunting pada anak usia di bawah tiga tahun.

Hal ini ditegaskan oleh Koordinator Bidang Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Perwakilan Jateng, Suwarno, pada acara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 tingkat Kabupaten Semarang, di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Rabu (6/7/2022).

Suwarno, yang mewakili Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Jateng, Widwiono MKes, menilai kondisi stunting pada anak usia bawah tiga tahun di Kabupaten Semarang relatif lebih baik jika dibandingkan daerah lain di Jateng.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, jelasnya, angka prevalensi stunting di Kabupaten Semarang tercatat 16,4 persen. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi stunting Jateng, Kabupaten Semarang masih melbih baik.

Sebab angka prevalensi stunting untuk tingkat Jateng masih mencapai 20,9 persen. Namun begitu langkah-langkah untuk mencegah stunting harus terus dilakukan demi medukung target Jateng, terkait penanganan stunting.

Ia juga menyampaikan, BKKBN menjadi lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai pelaksana percepatan penurunan stunting berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 72 Tahun 2021.

Oleh karena itu, berbagai upaya terus dilakukan melalui koordinasi lintas sektoral guna mencapai target angka prevalensi stunting 14 persen pada 2024 mendatang. “Bahkan BKKBN Perwakilan Jateng optmistis angka itu dapat dapat dicapai pada 2023,” jelasnya.

Terpisah, Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha menyampaikan, semua pemangku kepentingan di daerahnya harus terlibat aktif dalam mencegah stunting. Tidak hanya unsur pemerintahan namun juga unsur swasta.

Di Kabupaten Semarang, juga penting melibatkan para pengusaha dalam mencegah kasus stunting. Sebagai daerah industri, di Kabupaten Semarang ada banyak (ribuan) karyawati/pekerja swasta yang perlu dijaga kesehatannya saat hamil.

“Maka penanganan stunting akan melibatkan para pengusaha yang ada di wilayah Kabupaten Semarang, khusunya dalam rangka menekan terjadinya stunting, khusunya terhadap ibu hamil yang menjadi pekerja,” tegasnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang menyampaikan telah menyiapkan anggaran hingga Rp 1,6 miliar untuk memberikan asupan makanan tambahan kepada 661 anak di bawah usia lima tahun yang mengalami gizi buruk.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kabupaten Semarang, Bambang Pujiyarto menjelaskan, selain makanan tambahan juga dikerahkan kader kesehatan untuk melakukan pemantauan perkembangan fisik balita sekaligus pendampingan gizinya.

“Hasil pemantauan perkembangan fisik ini nantinya menjadi dasar apakah diperlukan intervensi yang lebih masif dalam rangka mencegah terjadinya stunting di Kabupaten Semarang ini,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement