REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Pemkab Cilacap, Jawa Tengah, berupaya menjadikan Kampung Sidat Kaliwungu sebagai daerah konservasi ikan sidat. Hal ini menyusul kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI) mengenai pelarangan penangkapan ikan sidat sebagai upaya perlindungan perikanan sidat di wilayah itu.
Sebelumnya, dalam kebijakan KKP RI (KKP) terbaru menetapkan Cilacap sebagai salah satu dari 10 lokasi kabupaten/kota sebagai kawasan daerah pelarangan penangkapan ikan sidat.
Kepala Bidang Perikanan Budi Daya Dinas Perikanan Cilacap, Indarto menjelaskan, karena ikan sidat itu belum bisa dipijahkan, sehingga konsekuensinya semua usahanya mulai dari penangkapan, pembesaran, budi daya, dan pengolahannya sangat tergantung alam.
Walaupun ditangkap dan dibudidayakan, tetapi tetap perlu memerhatikan konservasi atau kelestarian lingkungan. "Untuk itu memang sedang tahap kajian untuk konservasi sumber daya sidat. Ada beberapa titik yang sesuai kajian akademik itu sedang kita usulkan untuk mendapat perhatian dan dapat diusulkan ditetapkan sebagai daerah konservasi," ungkap Indarto kepada Republika.co.id, Kamis (17/11/2022).
Wilayah yang akan menjadi konservasi sidat salah satunya adalah Kampung Sidat Kaliwungu, yang memiliki Koperasi Mina Sidat Bersatu. Di Desa Kaliwungu ini, masyarakat yang tergabung dalam koperasi membudidayakan ikan sidat hingga ekspor ke mancanegara.
"Sekarang baru tahap kajian, kajian lebih komprehensif akan dilakukan di 2023. Kemudian pengusulan penetapan daerah konservasi sidat ke provinsi," ujarnya.
Sementara itu terkait larangan penangkapan, meski di seluruh Cilacap terdapat habitat potensial sidat, hanya satu lokasi yang ditetapkan dilarang untuk penangkapan, yakni Desa Rawa Apung, Kecamatan Patimuan, pada radius satu km.
Tujuannya untuk menjaga agar sidat itu bisa dari laut atau samudra ke hulu sungai, dan kala sudah dewasa, bisa bermigrasi dari sungai ke samudra, sehingga siklus hidupnya bisa terpenuhi. Sosialisasi pelarangan penangkapan ini sudah dilakukan sejak 2021, dan dimasifkan kembali sejak regulasi terbaru KKP di rilis pada bulan lalu.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ikan sidat belum termasuk ikan langka. Ikan yang menyerupai belut ini menjadi perhatian karena komoditas hasil budidayanya tergolong mahal dan untuk ekspor.
Data Dinperikan Cilacap 2021 menunjukkan, rata-rata per tahun produksi sidat bisa mencapai 33,5 ton, dan dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan restoran mewah dalam dan luar negeri.
"Pemasaran sidat memang sempat terhambat akibat pandemi dan peluang ekspornya baru kembali terbuka sekitar pertengahan 2021," katanya.
Permintaan sidat tangkapan alam sendiri semakin menurun selama 10 tahun terakhir, sehingga tidak banyak nelayan yang masih menangkapnya. Sedangkan hasil budidayanya tergolong mahal untuk dikonsumsi lokal karena teknik budidayanya yang cukup sulit.
Terpisah, Ketua Koperasi Mina Sidat Bersatu, Ruddy Sutomo mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk melakukan upaya konservasi dengan cara menyisihkan 2,5 persen ikan sidat indukan hasil pembesaran untuk dilepas (restocking) di sungai, agar bisa melakukan pemijahan secara alami.
"Sebelum dilepasliarkan, indukan sidat itu diukur dulu dan diberi tanda (tagging) agar ketika ditemukan oleh nelayan bisa diketahui arah pergerakannya," kata Ruddy.