REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melakukan panen padi bersama di Green House Fakultas Pertanian UMY, Rabu (4/1/2023) . Dalam panen padi kali LPM UMY menghadirkan demplot padi teknologi apung.
Ketua LPM UMY, Gatot Supangkat, mengatakan sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim terutama faktor intensitas hujan karena berpengaruh terhadap pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil. Intensitas hujan yang tinggi dan tidak menentu mengakibatkan lahan pertanian mengalami banjir atau tergenang air.
Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi inovasi terkait sistem pertanian. "Salah satu inovasi teknologi budi daya pada lahan rawan banjir dan rawa yaitu dengan menerapkan sistem pertanian terapung yang UMY kembangkan ini," kata Gatot.
Sebelum melakukan panen padi di lahan pertanian milik UMY, LPM UMY telah melakukan pengabdian msyarakat di Desa Muhuran, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, dan Desa Minta, Kutai Barat, Kalimantan Timur, dengan membawa teknologi ini. Warga Desa Minta dan Desa Muhuran seringkali mengalami gagal panen sehingga produksi padi dan beras tidak optimal.
"Saat kami datang ke sana, warga mengeluhkan gagal panen dan produksi padi yang tidak optimal. Warga memanfaatkan area rawa yang surut sebagai lahan tanam padi. Namun, lahan ini sering kali mendapat luapan air sungai Mahakam, akibatnya padi terpendam air yang mengakibatkan gagal panen," ujarnya.
Ia juga mengklaim jika teknologi ini sangat tepat dan cocok diterapkan di Desa Muhuran dan Desa Minta yang memiliki area penuh rawa.
"Dengan demikian ini bermanfaat bagi peningkatan hasil produksi dan pendapatan bagi para petani, karena adanya peningkatan nilai ekonomi dari lahan tersebut. Tentunya sistem pertanian padi apung menjadi solusi untuk mengatasi dan memanfaatkan kondisi lahan rawan banjir dan rawa dengan optimal," ungkapnya.
Sementara itu Rektor UMY, Gunawan Budiyanto menjelaskan, teknologi yang dikembangkan oleh UMY 100 persen menggunakan sumber daya lokal.
"Teknologi yang kami kembangkan 100 persen menggunakan sumber daya lokal. Ini juga menjadi keuntungan tersendiri bagi kelestarian teknologi tersebut sehingga ketika tim pengabdian menarik diri, masyarakat masih tetap berdaya. Mulai dari bahan baku pembuatan alat hingga pupuk, mereka bisa dapatkan secara alami di sana," ujar dia.
Gunawan juga mengungkapkan jika lahan pertanian apung ini memanfaatkan lahan gambut yang ada di rawa-rawa yang sering mendapat luapan sungai Mahakam. Ia menegaskan jika lahan gambut ini memiliki segudang manfaat bagi pertanian, tapi di sisi lain tanah gambut juga bisa memberikan dampak buruk bagi iklim.
"Yang kami manfaatkan sebagai lahan pertanian di sini adalah lahan gambut. Lahan gambut ini sangat bermanfaat bagi pertanian. Namun, apabila lahan ini tidak dikelola dengan baik hal ini akan berakibat buruk bagi lingkungan dan juga iklim," terangnya.
Hal ini dilakukan UMY sebagai bentuk impelementasi program SDGs dalam menuntaskan kelaparan (zero hunger). "Dengan adanya pemanfaatan lahan ini sebagai media tanam padi, besar harapannya ini mempunyai kontribusi terhadapat program SDGs dalam menuntaskan kelaparan," ujar dia.