REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X berencana akan memberikan bantuan sosial seumur hidup pada warga miskin di Yogyakarta yang saat ini berada di angka 11,49 persen dari total jumlah penduduk. Dana bantuan sosial yang diambil dari alokasi Dana Keistimewaan DIY ini akan diberikan khusus pada lansia yang sudah tidak mampu bekerja dan warga miskin yang dinilai masih mampu bekerja namun tidak memiliki modal usaha atau keterampilan kerja.
Rencana pemberian bansos seumur hidup dalam rangka untuk menurunkan angka kemiskinan di DIY ini didukung oleh Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan kesejahteraan, Fisipol UGM Hempri Suyatna. Menurutnya kebijakan tersebut dianggap mampu untuk mengurangi ketimpangan ekonomi penduduk miskin DIY.
"Saya kira kebijakan yang sangat baik dari pemerintah provinsi DIY dengan adanya pemberian bansos ini," kata Hempri kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).
Meskipun demikian, kata dia, program Bansos ini harapannya bisa dilakukan tepat sasaran sehingga benar-benar menjangkau Lansia yang memang benar-benar membutuhkan. "Saya kira perlu ada upaya kebijakan perlindungan sosial lansia yang lebih komprehensif," jelasnya.
Hempri menjelaskan persoalan Lansia sangat kompleks dari berkurangnya pendapatan, sampai ke persoalan kesehatan dan bahkan aspek psikologis, misalnya perasaan kesepian dan sebagainya.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari program lain selain pemberian bansos semata. Tidak hanya itu, pemberian bansos seumur hidup ini harus dilakukan secara sinergis sehingga pemberdayaan Lansia dapat lebih efektif.
"Seyogianya program ini juga diikuti dengan program-program yang lain misalnya pendampingan dari aspek kesehatan, pengembangan peluang usaha untuk para Lansia melalui pemberdayaan ekonomi maupun program-program yang terkait dengan kesehatan maupun mendorong aktivitas-aktivitas sosial yang dapat dimasuki lansia," ungkapnya.
Menjawab pertanyaan soal penyebab angka kemiskinan di DIY sekarang ini tertinggi di antara provinsi lain di Pulau Jawa, menurut Hempri, persoalan kemiskinan di DIY tidak semata-mata hanya dilihat dari indeks gini ratio dan nilai upah minimum provinsi (UMP) semata. Sebab UGM hanya berlaku pada mereka yang bekerja di sektor formal, akan tetapi yang bekerja di sektor informal jelas mereka tidak menerima UMP.
"Komparasi itu juga tidak akan tepat apalagi sektor informal dan sektor pertanian juga masih cukup dominan di DIY ini," paparnya.
Selain pemberian bansos, kata Hempri, yang tidak kalah lebih penting adalah bagaimana mendorong sumber-sumber penghasilan dan pengembangan ekonomi produktif di DIY ini agar penghasilan keluarga miskin dapat lebih maksimal.
"Banyak potensi-potensi desa wisata dan pertanian yang dapat dioptimalkan untuk mendorong pengembangan ekonomi produktif yang memberikan multiplier effect bagi masyarakat luas. Dengan meningkatkan pendapatan saya kira tingkat ketimpangan akan dapat diminimalkan," katanya.