REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Literasi politik harus lebih diperkuat terutama mendekati hajatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Upaya ini penting dilakukan agar masyarakat tidak menjadi ‘korban’ politik digital.
Hal ini ditegaskan oleh Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Prof Gunarto, dalam forum ‘Dialog Lima Rektor’ yang dilaksanakan di kampus Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Semarang, Jawa Tengah.
Menurutnya, partisipasi generasi Y dan Z akan sangat siginifkan dalam hajat pesta demokrasi 2024 mendatang. Di satu sisi, ke-dua generasi ini merupakan generasi yang sangat akrab dengan sosial media.
“Mereka adalah generasi yang akrab dengan media sosial dan besar kemungkinan mereka bakal menggunakan media tersebut sebagai salah satu referensi politik,” ungkapnya.
Generasi Y atau disebut generasi milenial (kelahiran 1977- 1998) pada 2024 mendatang berumur 27 hingga 48 tahun. Mereka mempunyai pola tingkah laku berbeda dengan generasi sebelumnya bertumbuh dengan keleluasaan informasi.
Sementara generasi Z adalah generasi kelahiran 1999- 2012. Pada 2024 akan berusia 12-25 tahun. Sebagian dari mereka sudah memiliki hak pilih dalam pemilu pada 2024 nanti.
“Generasi Z lebih canggih lagi karena akrab dengan multimedia dan teknologi layar sentuh, Macbook, IPad, Google, Media Sosial, Facebook, Twitter, Youtube, Playstation, Android, Smartphone, dan game online,” jelas Gunarto
Guru besar bidang Ilmu Hukum ini menambahkan, eksistensi penggunaan media sosial generasi Y dan Z di Indonesia merupakan salah satu bentuk dari implementasi politik digital.
Politik digital secara sederhana dapat dikatakan sebagai ruang pembentuk ikatan–ikatan politik dalam masyarakat berbasis konten teknologi yang sifatnya bisa memperkuat atau mengurangi kadar demokrasi.
“Secara harfiah politik digital adalah arena besar yang memungkinkan adanya partisipasi, representasi, maupun artikulasi kepentingan kemudian bersinergi dan berkontestasi satu sama lain melalui konten digital sebagai agennya,” tegasnya.
Makai ia pun menyayangkan saat ini marak konten media sosial berisi politik kebencian, polarisasi, dan dibuat para produsen konten digital yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karenanya ia mengingatkan pentingnya memperkuat literasi politik mendekati hajatan Pemilu 2024 agar tidak masyarakat menjadi korban politik digital dalam menyambut tahun politik.
Ia juga berpandangan, sangat penting juga memperkuat literasi, menyadari pentingnya menjaga harmoni dalam keberagaman serta menjaga etika berkomunikasi.
“Termasuk penting juga agar semua pihak menyadari aspek hukum salah satunya memperhatikan UU ITE dalam bersosial media,” kata Gunarto.
Dalam kesempatan ini, Rektor Udinus, Prof Edi Noersasongko mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dan berhati-hati dalam membagikan sebuah informasi baru di media sosial.
Sebab, jelas Guru Besar di Bidang Technopreneur itu, sekali saja mengunggah konten di media berbasis online, maka jejak digitalnya tidak akan hilang. Celakanya, perilaku masyarakat yang ingin segala sesuatu menjadi virus virtual (viral).
Namun mereka melakukannya namun dengan cara-cara yang merugikan banyak orang. Padahal, pemanfaatan media sosial yang benar juga memiliki peran sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. “Yakni sebagai komunikator serta agen perubahan dan sarana interaksi,” tegasnya.
Hadir sebagai narasumber lainnya Dr Supari, Prof Mudzakir Ali, dan Andreas Pandiangan. Selain itu hadir pula Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Ketua PWI Amir Machmud, beserta pengurus PWI Jateng.