Senin 08 May 2023 21:36 WIB

Kepala BPIP Jelaskan Hubungan Islam dan Pancasila Melalui Perspektif Maqashid Syariah

Pancasila perspektif maqashid syari’ah merupakan kajian khas keislaman di Indonesia.

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, MA, PhD, menjadi pembicara dalam kegiatan Bedah Buku: Islam dan Pancasila Perspektif Maqashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi, MA, PhD, Senin (8/5/2023), dikampus UIN Alaudin Makassar.
Foto: Dok. BPIP
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, MA, PhD, menjadi pembicara dalam kegiatan Bedah Buku: Islam dan Pancasila Perspektif Maqashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi, MA, PhD, Senin (8/5/2023), dikampus UIN Alaudin Makassar.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, MA, PhD, menjadi pembicara dalam kegiatan 'Bedah Buku: Islam dan Pancasila Perspektif Maqashid Syariah Prof Drs KH Yudian Wahyudi, MA, PhD', Senin (8/5/2023) dikampus UIN Alaudin Makassar. Dalam sambutannya, Yudian menjelaskan, hubungan antara Islam dan Pancasila jika ditinjau dari perspektif maqashid syariah, sama seperti Pancasila pada Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan menjadi titik temu agama-agama di dalam Pancasila, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Yudian menegaskan bahwa Pancasila adalah sesuai dengan ajaran dalam Islam sehingga mahasiswa dan mahasiswi dapat memahami arti dari Pancasila yang ada saat ini. Yudian mengajak agar umat islam menjadi pelopor dari persatuan dan kesatuan Indonesia dalam membumikan Pancasila.

Baca Juga

"Islam tidak mengajarkan kita untuk terpecah belah. Bila ada yang berselisih, kita diminta untuk mendamaikannya. Kita harusnya tidak boleh menjadi agen perpecahan, melainkan sebagai penyatu suku bangsa kita yang beragam," katanya. 

Selain itu, Mantan Rektor UIN Yogyakarta itu menjelaskan bahwa nilai kemanusiaan bersifat  universal harus menjadikan agama yang dimana agama yang memuliakannya. Namun, pada saat yang bersamaan juga bersifat nasional. 

“Karena kemanusiaan Pancasila merupakan kemanusiaan konstitusional, yang menempatkan setiap penduduk Indonesia sebagai warga negara yang memiliki kedudukan setara di hadapan konstitusi dan hukum, maka nilai kemanusiaan tersebut juga mengacu pada penghormatan terhadap kewarganegaraan,” ungkapnya.

Dalam bukunya disebutkan, pengkajian Pancasila perspektif maqashid syari’ah merupakan kajian khas keislaman di Indonesia. Penggerak kajian ini adalah kalangan pesantren yang terlembaga dalam organisasi NU. 

Sayangnya, kajian tersebut memang belum popular. Salah satu pioneer dalam kajian ini adalah Gus Dur, yang menjadikan maqashid syariah sebagai wacana komparatif Pancasila. 

Bagi Gus Dur, nilai-nilai Pancasila mencerminkan maqashid syari’ah karena perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termuat, baik dalam dasar negara RI maupun dalam tujuan utama syariah Islam tersebut. 

Sementara itu, Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Ir Prakoso, MM, mengatakan, Pancasila sebagai ideologi negara kita sebagai dasar negara kita harus juga diaktualisasi atau diimplementasikan karena dengan Pancasila itu persatuan kita akan terjaga terus.

“Maka dalam Tri Dharma perguruan tinggi pendidikan penelitian dan pengembangan pengabdian pada masyarakat aktualisasikan oleh mahasiswa-mahasiswa di UIN Makassar ini untuk melakukan Pancasila dalam tindakan sehingga negara kita terus abadi,” ungkapnya.

Sementara itu Syaiful Arif sang penulis buku menilai pemikiran Prof Yudian memiliki nilai plus dibandingkan dengan pemikiran keislaman dan Pancasila lainnya. Misalnya, pemikiran Prof Ahmad Syafii Maarif yang menggunakan pendekatan sejarah dan diskursus politik Islam, atau pemikiran Prof Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang menggunakan tekstualitas Alquran. 

Sebagai bagian dari pemikir Nahdlatul Ulama (NU), pemikiran Prof Yudian sebangun dengan pemikiran para pemikir NU seperti Gus Dur, KH Wahab Hasbullah, KH Achmad Siddiq hingga KH Afifuddin Muhadjir. Para pemikir NU-Pancasila tersebut memiliki kesamaan pendekatan, yakni ushul fiqh dengan penekanan pada nilai-nilai maqashid syariah. Hanya saja, dimensi metodologis dari maqashid syariah sangat kental dalam pemikiran Prof Yudian mengingat beliau merupakan akademisi didikan Barat.

“Dibandingkan pemikiran Kiai Afifudin yang menggunakan maqashid syariah dalam mengkaji Pancasila, pemikiran Prof Yudian lebih dipercaya, baik oleh khazanah ushul fiqh tradisional maupun pemikiran ushul fiqh kontemporer, seperti yang diusung oleh pemikir Islam asal Mesir, yakni Hasan Hanafi,” ungkap Syaiful.

Dalam kaitan ini, buku ini penulis tulis untuk menghadirkan khazanah pemikiran Pancasila perspektif Islam, sehingga tidak ada lagi perbenturan antara Islam dan Pancasila. Sebab, jika Pancasila merupakan khazanah pemikiran itu sendiri, semestinya ia sangat sesuai dengan berbagai tradisi pemikiran, termasuk Islam yang sangat menekankan rasionalitas dan metodologi keilmuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement