Kamis 16 Mar 2023 19:47 WIB

DPRD DIY Sebut Sekolah Didatangi LSM Abal-Abal Terkait Dana Pendidikan

Biasanya LSM itu kemudian minta uang ke pihak sekolah.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Huda Tri Yudiana.
Foto: Dok. Republika
Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Huda Tri Yudiana.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DPRD DIY menerima aduan bahwa ada sekolah yang didatangi oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) abal-abal. Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan, LSM tersebut mencari-cari kesalahan sekolah yang biasanya terkait dana pendidikan.

"Biasanya LSM itu kemudian minta uang ke sekolah, dan karena terintimidasi sekolah terpaksa memberikan," kata Huda, Kamis (16/3/2023).

Huda pun meminta agar sekolah tidak takut jika didatangi LSM abal-abal tersebut. Jika LSM mengintimidasi, Huda menegaskan agar dilaporkan ke DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, atau ke dinas pendidikan

"Jika ada LSM abal abal mengintimidasi jangan ikuti, jawab saja baik baik. Jika keterlaluan laporkan ke DPRD atau ke dinas pendidikan," ujar Huda.

"Isu pendanaan dan pembiayaan pendidikan, jangan sampai menjadikan sekolah terintimidasi. Sepanjang semua dijalankan sesuai aturan, jangan takut jika ada intimidasi," tambahnya.

Huda menuturkan, saat ini pihaknya juga tengah mempersiapkan rancangan peraturan daerah (raperda) terkait pendanaan pendidikan. Reperda ini disiapkan untuk menjamin rasa aman bagi sekolah maupun orang tua siswa.

Lebih lanjut, huda menjelaskan biaya pendidikan sekolah negeri seharusnya ditanggung oleh APBN maupun APBD. Dengan begitu, tidak ada pungutan atau sumbangan wajib di sekolah.

"Dalam konsep kami, unit cost minimal sekolah negeri mesti dipenuhi oleh APBD dan APBN, sehingga tidak ada pungutan atau sumbangan wajib," jelasnya.

"Unit cost untuk SMA berdasar pergub adalah Rp 4,8 juta untuk SMA IPS dan Rp 4,9 juta untuk IPA per tahun. Sementara untuk SMK Rp 5,3 juta dan Rp 5,5 juta per tahun. Sementara total BOS (bantuan operasional sekolah) hanya Rp 3,5 juta per tahun. (Dengan rincian) BOSNAS Rp 1,4 juta dan BOSDA Rp 2,1 juta," tambah dia.

Hal tersebut menyebabkan adanya selisih sekitar Rp 1,4 juta per tahun yang harus diselesaikan. Pilihannya, menurut Huda yakni apakah dari pungutan sekolah atau dicukupi oleh negara.

"Kami berpandangan negara mesti mencukupinya dan jika kita hitung, diperlukan tambahan sekitar Rp 150 miliar per tahun di DIY," kata Huda.

Selain itu, Sekolah Luar Biasa (SLB) juga perlu diperhatikan, termasuk sekolah inklusi yang memerlukan anggaran tambahan sekitar Rp 25 miliar per tahun. Hal ini dikatakan Huda menjadi harus menjadi perhatian agar ada kecukupan anggaran pendidikan dan pencapaian kualitas pendidikan di DIY.

"Harapan kami sekolah bisa concern mendidik siswa-siswa dengan tenang untuk mempersiapkan generasi masa depan di DIY," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement