REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Malang Corruption Watch (MCW) mengindikasikan kejahatan korupsi semakin masif terjadi di ranah perguruan tinggi. Situasi ini semakin menunjukkan perilaku yang kontradiktif di mana perguruan tinggi seharusnya menjadi institusi garda terdepan untuk menunjukkan sikap dan nilai-nilai integritas.
"Namun kini berbanding balik menjadi ladang basah mencari keuntungan dengan menilap anggaran dengan cara-cara yang ilegal," kata relawan MCW, Diana Almira Serafina, dalam kegiatan Diskusi Publik dan Diseminasi Riset di Wisma Kalimetro, Kota Malang, Jumat (24/3/2023) sore.
Menurutnya, kondisi tersebut semakin dipertegas ketika sejumlah pimpinan di kampus dilaporkan terjerat dalam kasus korupsi. Di antaranya seperti kasus korupsi Universitas Negeri Lampung (UNILA), korupsi pembangunan gedung IPDN dan dugaan gratifikasi dana THR yang melibatkan staf Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2015 hingga 2019 terdapat 202 kasus korupsi di ranah pendidikan melibatkan 465 orang. Secara materil, melalui data ICW, kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan korupsi perguruan tinggi tersebut mencapai Rp 410,9 miliar.
Kemudian nilai suap yang berhasil ditemukan sebesar Rp 52,4 miliar. Merujuk fenomena tersebut, Diana pun mencoba melakukan penelitian tentang potensi korupsi yang kemungkinan terjadi di perguruan tinggi wilayah Malang.
Untuk mengungkap masalah tersebut, Diana menggunakan hasil tabulasi media dalam rentang waktu 2014 hingga 2021. Selain itu, juga menggunakan tracking data melalui situs yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa, yakni Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) masing-masing lembaga dan juga platform Opentender.net.
Menurut Diana, hasil tabulasi data media menunjukkan ada tiga kasus korupsi perguruan tinggi yang berhasil terungkap di Malang Raya. Pertama, yakni kasus korupsi pengadaan lahan kampus baru Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki).
Kasus ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 6 miliar mengalir ke kantong pribadi pejabat terkait. Kasus berikutnya terkait pengadaan gedung serbaguna dan pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Kanjuruhan Malang (UNIKAMA).
Diperkirakan menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 3 miliar. Selanjutnya, kasus korupsi pengadaan Laboratorium MIPA Universitas Negeri Malang (UM) dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp 14 miliar.
Melalui kasus yang terjadi, Diana menilai ada beberapa modus operandi. Menurut dia, kebanyakan kasus korupsi yang terungkap adalah korupsi sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ).
Salah satunya kasus korupsi Laboratorum MIPA UM dengan modus operandi mark up anggaran. Adapun kasus korupsi UNIKAMA dengan modus operandi dalam hal pengadaan gedung serbaguna serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Pada kasus tersebut diketahui terdapat dana Hibah Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) senilai Rp 3 miliar yang diajukan untuk pengadaan gedung serbaguna serta pengembangan sumber daya manusia.
Namun ternyata dana tersebut mengalir ke kantong pribadi hingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 miliar. Sementara itu, kasus korupsi di UIN MALIKI diperkuat dengan jabatan rektor periode 2006 hingga 2010 sebagai kuasa anggaran.
Ada pula tindakan penggelapan uang hasil jual beli yang tidak diserahkan pemilik tanah. Harga tanah Rp 75 ribu per meter hanya dibayarkan Rp 22 ribu hingga 49 ribu per meter sehingga membuat adanya kerugian negara sebesar Rp 6 miliar.
Di samping itu, Diana juga menemukan perilaku yang dapat memicu adanya dugaan korupsi. Satu di antaranya Universitas Merdeka Malang (UNMER) yang mewajibkan bagi mahasiswa baru untuk membeli keperluan ospek di satu toko.
Ia menilai, mekanisme tersebut tentu memberatkan bagi mahasiswa maupun orang tua mahasiswa. Selain itu, kewajiban membeli keperluan hanya di satu toko juga akan menghambat kreativitas dari mahasiswa.
Apalagi alasan dari adanya aturan tersebut pun masih tidak jelas dasarnya. Hal yang pasti, kata dia, mekanisme tersebut dapat dikatakan tindakan monopoli oleh pihak kampus kepada mahasiswa. "Ini juga termasuk dalam modus operandi karena tindakan tersebut dapat memicu adanya tindakan korup," jelasnya.