Sabtu 01 Apr 2023 09:05 WIB

Antisipasi Kemarau Panjang, Warga Kulonprogo Diimbau Panen Air Hujan

Ada potensi kemarau kering yang berlangsung lima hingga tujuh bulan.

Musim kemarau. Ilustrasi
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Musim kemarau. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WATES -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengimbau masyarakat untuk memanen air hujan untuk mengantisipasi musim kemarau panjang. Diprediksi musim kemarau akan berlangsung lima sampai tujuh bulan.

Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo Joko Satya Agus Nahrowi mengatakan saat ini masih ada hujan yang mengguyur wilayah Kulonprogo. "Kami berharap masyarakat melakukan panen hujan atau menampung air hujan di instalasi penampung air hujan (PAH) yang bisa dimanfaatkan saat krisis air atau saat butuh," kata Joko.

Ia juga meminta masyarakat menghemat air. Hal ini dikarenakan ada potensi kemarau kering yang berlangsung lima hingga tujuh bulan.

Berdasarkan pengalaman penanganan kekeringan, distribusi air bersih itu bagian rutin. Tahun ini, BPBD akan menggunakan biaya tak terduga bila ada laporan dan permintaan bersih dari masyarakat.

"Nanti akan kami proses pencairan biaya tak terduga untuk distribusi air bersih," katanya. Lebih lanjut, Joko Satyo meminta masyarakat di kawasan perbukitan Menoreh mewaspadai Siklon Tropis Herman.

Wilayah perbukitan Menoreh meliputi Kalibawang, Kokap, Samigaluh, dan Girimulyo. Pihaknya pun mengimbau masyarakat melakukan normalisasi saluran air drainase, dan kelola sampah dengan baik.

"Jangan sampai sampah seperti ranting bambu hanyut ke saluran sehingga berpotensi menyumbat gorong-gorong yang menyebabkan genangan di permukiman," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Stasiun Meteorologi Kelas II Yogyakarta, Warjono, menyebut perkembangan terkini cuaca ekstrem dampak tropical cyclone Herman atau siklon tropis Herman dengan kecepatan 55 knot.

Siklon yang terpantau berada di sebelah barat daya pulau Jawa, dinilai mengakibatkan terjadinya pola konvergensi serta perlambatan udara di wilayah Jawa dan tentunya di Yogyakarta.

"Hal tersebut dapat dinilai memengaruhi peningkatannya suplai udara di wilayah Jawa, sehingga aktivitas awan konvektif relatif meningkat dan mempengaruhi terjadinya beberapa kondisi cuaca yang cukup ekstrem di wilayah Jawa dan Yogyakarta," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement