Sabtu 20 May 2023 05:47 WIB

Ketidakutuhan Keluarga Hingga Dampak Medsos Picu Kekerasan Anak di Surabaya

Terjadi 30-an kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari-April 2023.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Kekerasan terhadap anak (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kekerasan terhadap anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sepanjang 2023, tepatnya hingga April 2023, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Kota Surabaya, Jawa Timur, tercatat 30-an kasus. Adapun faktor terbesar penyebab kasus kekerasan terhadap anak adalah tidak utuhnya keluarga, hingga dampak negatif dari media sosial.

"Ada sekitar 30-an kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari-April 2023. Jadi keutuhan keluarga itu sangat penting. Dalam peristiwa yang selama ini terjadi, itu memang tidak utuh keluarganya, ibunya sudah tidak ada (cerai), atau ayahnya tidak ada," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Kota Surabaya, Ida Widayati.

Selain keutuhan keluarga, Ida menyebut faktor terbesar lain penyebab kekerasan terhadap anak adalah dampak negatif dari media sosial (medsos). Menurut dia, saat ini anak-anak banyak menggunakan gadget secara tidak sehat dan bukan hanya untuk kepentingan sekolah.

"Untuk kenalan di Instagram, Facebook, seperti itu. Nyuwun sewu (mohon maaf) ya, profil yang dipasang di media sosial belum tentu dengan yang aslinya sama, nah itu terpincut," ujarnya.

Terkait persoalan itu, pihaknya intens melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak melalui kegiatan sosialisasi dinamika remaja berkaitan dengan penggunaan media sosial. Sosialisasi tersebut menyasar ke sekolah-sekolah jenjang SD-SMP hingga pondok pesantren.

"Terakhir kita nyasar (sosialisasi) ke pesantren. Itu disampaikan bagaimana sih kita menggunakan internet yang sehat, bagaimana ilmu tentang reproduksi, seperti itu," kata Ida.

Ida mengungkapkan, terkait pola penanganan kasus kekerasan terhadap anak dilakukan secara berbeda-beda. Mulai dari bentuk intervensinya, hingga berapa lama korban harus didampingi. "Jadi tergantung dari kondisinya (korban) masing-masing," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement