REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Permasalahan ketenagakerjaan dalam beberapa pekan terakhir terus bermunculan. Setelah kasus pelecehan seksual dengan motif staycation di perusahaan di Cikarang, Jawa Barat, kini muncul lagi kasus terkait penahanan ijazah mantan karyawan yang melibatkan salah satu perusahaan di Jakarta Selatan.
Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Tadjuddin Noer Effendi, menilai aksi penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap mantan karyawan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dan melanggar hak pekerja.
"Ijazah merupakan milik pribadi. Sekolah atau perguruan tinggi saja tidak boleh menahan ijazah karena itu hasil dari menuntut ilmu atau pengakuan terhadap seseorang bahwa dia sudah menyelesaikan suatu pendidikan tertentu," kata Tadjuddin dalam keterangannya, Kamis (25/5/2023).
Menurut Tadjuddin, memang tidak ada aturan detail dari pemerintah mengenai ijazah. Namun, hal tersebut ia nilai tidak perlu karena ijazah merupakan hak individu seseorang. Pada umumnya, perusahaan selaku pemberi kerja hanya meminta fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi oleh sekolah atau suatu perguruan tinggi sebagai tanda bahwa benar yang bersangkutan merupakan lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi tersebut.
Oleh karena itu, kata dia sangatlah aneh jika ada perusahaan yang sampai menahan ijazah asli. "Kalaupun memang sudah ada perjanjian antara perusahaan dengan karyawan, lalu bunyi perjanjiannya seperti apa sampai dia harus menahan ijazah seseorang? Jadi, menurut saya, menahan ijazah itu suatu hal yang konyol. Karena sebenarnya cukup sampai dengan legalisir. Kalau memang ada hal seperti itu, berarti itu ada kesewenang-wenangan perusahaan sebab ijazah adalah hak orang. Dan itu pelanggaran hak pribadi masuk ke ranah pidana," katanya.
Seperti diketahui, kasus dugaan penggelapan ijazah ini telah telah dilaporkan oleh beberapa mantan karyawan Farida Law Office ke Polres Jakarta Selatan. Sejak dilaporkan pada November 2022 lalu, sampai dengan saat ini ijazah tersebut belum dikembalikan.
Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan Kompol Irwandhy Idrus dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) per tanggal 12 Mei 2023 mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti laporan tersebut. Bahkan penyidik telah memanggil Ike Farida selaku terlapor dan juga Diane Agustine bagian SDM perusahaan tersebut untuk dimintai keterangan, namun yang bersangkutan tidak hadir.
"Update informasi atas perkembangan hasil penyelidikan, penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan telah mengundang Diane Agustin dan Ike Farida, tetapi yang bersangkutan tidak hadir. Kemudian, tindak lanjut terhadap perkara tersebut, penyidik akan mengundang kembali," tulis Kompol Irwandhy Idrus dalam SP2HP tersebut.
Terkait maraknya permasalah ketenagakerjaan ini, Tadjuddin berharap kehadiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja nantinya dapat menjadi acuan bagi seluruh stakeholder tentang masalah ketenagakerjaan. Mulai dari jam kerja dan lembur, sistem pengupahan, hingga perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja.
Untuk sistem pengupahan, misalnya, dengan menggunakan skala upah berdasarkan kompetensi, pengalaman kerja, dan lainnya. Kemudian untuk perlindungan yang harus diberikan pemberi kerja untuk para pekerja di antaranya seperti jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan hari tua, jaminan asuransi kesehatan dan lainnya.
Namun, Tadjuddin mengingatkan, pemerintah agar konsisten dalam implementasi UU tersebut. Sebab, peraturan yang sudah baik tidak akan maksimal manfaatnya jika implementasinya tidak diawasi secara ketat. Pelanggaran terhadap aturan dalam undang-undang tersebut mesti ditindak tegas.