REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelukis Nuraeni HG akan menggelar pameran tunggal bertajuk Penjara Hati di Energi Building Jakarta pada 14-16 Juni 2023. Sebanyak 11 karya yang dipilih oleh kurator menjadi presentasi yang mewakili pembicaraan penting dalam pameran tersebut. Karya-karya itu di antaranya dibuat pada periode tahun 1970, 1978,1982, 1983, dan 2003.
Kurator pameran, Rizki A Zaelani, mengatakan, bagi seorang Nuraeni HG bisa jadi lukisannya adalah sebuah bidang kiasan tentang penjara hati. "Bidang lukisan yang diperkenalkan pada Nuraeni, pada sekitar akhir tahun 1960-an, adalah bidang imajinasi tentang 'jendela' yang justru mengunggulkan cara-cara penggalian dan pengungkapan dunia-dalam diri manusia," kata Rizki dalam siaran pers, Rabu (14/6/2023).
Nuraeni tak menghayati jendela lukisan sebagaimana para pelukis pemandangan alam membayangkan hamparan keindahan alam yang terletak di balik bingkai kanvas lukisan. Lebih lanjut menurut Rizki, Nuraeni belajar mengenal dan memahami bahwa pokok yang molek dalam ekspresi sebuah lukisan justru adalah kesatuan kekuatan hidup yang dipancarkan oleh interaksi kehidupan orang-orang biasa di antara hamparan alam yang tidak hanya indah tetapi juga mengandung misteri hidup yang tak terukur.
"Cara belajar Nuraeni membiasakan dirinya untuk memahami gambaran dinamika kehidupan orang-orang biasa sebagai wujud pernyataan ekspresi seni yang tidak biasa," ujarnya.
Nuraeni belajar melukis langsung dari seorang pelukis yang dinggap oleh para sejarawan seni sebagai salah satu bagian dari tiga sosok penting yang membentuk perkembangan seni lukis Indonesia, yaitu Sudjojono, Affandi, dan Hendra Gunawan. Lukisan-lukisan Nuraeni adalah imajinasi tentang sebuah bidang lukisan sebagai jendela, yang dipahami secara jelas dan langsung sebagai ruang dan dinding penjara yang memisahkan dirinya dengan realitas hidup yang dipahami oleh masyarat secara umum.
"Ruang dan dinding-dinding penjara memisahkan Nuraeni dari pemandangan tentang keluarga, teman-teman yang pernah dikenalnya, alam tatar Parahiyangan yang indah, atau realitas hidup keseharian masyarakat," katanya.
Tidak semua orang diharuskan untuk menjadi terbiasa menghidupi jeruji pemisah antara hidup yang dijalani dengan realitas bebas di luarnya. Bagi Nuraeni sebagaimana juga guru melukisnya, penjara justru adalah perluasan dari manifestasi rumah kedirian atau dunia-dalam yang memiliki jendela untuk melihat keluar, membayangkan bagaimana kebahagiaan hidup orang-orang biasa di luar sana. Dinding dan jendela penjara Kebon Waru adalah tapal batas yang memisahkan Nuraeni maupun sang guru untuk "melihat" pemandangan tentang kebahagiaan orang-orang biasa dalam keseharian hidup mereka.
Menariknya juga menurut Rizki, sebagai sebuah pengalaman, Nuraeni tak hanya menerima turunan format bentuk-bentuk dan cara-cara komposisional bidang gambar dari Hendra Gunawan. Ia juga kemudian manafsirkannya menjadi cara membentuk dan mengomposisikan bidang gambar berdasarkan dunia perasaan yang dialaminya sendiri.
Rizki menggarisbawahi, setidaknya ada dua hal penting yang bisa dikenali dalam ekspresi lukisan-lukisan yang dikerjakan Nuraeni hingga saat kini. Pertama. Bentuk, warna-warna, dan komposisi bentuk yang dikerjakannya tidak terpisahkan dari kekuatan unsur rasa. Kedua. Seluruh ekspresi yang dinyatakan Nuraeni dilahirkan oleh semacam logika penciptaan khas yang muncul dari dimensi kenangan-kenangan (realm of memories) tentang hidup.