REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rektor Universitas Airlangga Surabaya, Prof Mohammad Nasih, mengukuhkan pasangan suami istri, Prof Gatot Soegiarto dan Prof Laksmi Wulandari, sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran di kampus setempat.
Usai pengukuhan, Prof Gatot Soegiarto menuturkan, pengukuhan ia dan istri sebagai guru besar terjadi tanpa perencanaan. Dirinya dipertemukan dengan sang istri ketika menempuh pendidikan spesialis yang mengharuskan bekerja sama dalam menuntaskan sebuah permasalahan bersama.
Dari pertemuan itu, keduanya sering berdiskusi perihal kesehatan dan berlanjut hingga kini. "Saya sering dijadikan alat oleh istri saya ini. Kowe moco ndisik, nek kowe wes ngerti, ajari aku (Kamu baca dulu, kalau sudah mengerti, ajari aku). Akhirnya beliau jadi paham tentang onkologi itu seperti apa," ujar Prof Gatot.
Sementara itu, Prof Laksmi Wulandari menambahkan, mereka juga ikut berkolaborasi dalam pengembangan vaksin Merah Putih yang digagas oleh Unair. Hal itu menjadi anugerah tersendiri karena bidang keilmuan yang keduanya miliki saling berkaitan.
Prof Laksmi berfokus pada paru dan Prof Gatot berfokus pada imunologi vaksin. Prof Laksmi mengaku bangga dapat ikut menjadi bagian pengembangan kesehatan di Indonesia.
Apalagi vaksin Merah Putih merupakan karya anak bangsa yang dikembangkan di dalam negeri oleh peneliti dari Indonesia pula.
Rektor Unair Prof Muhammad Nasih mengatakan kedua guru besar tersebut merupakan aktivis-aktivis dalam hal riset dan pengajaran. "Ini sangat langka, ya, karena suami istri. Kami harapkan kolaborasi antara suami dan istri ini dapat membawa keberkahan," ujar rektor.
Lebih lanjut ditegaskan bertambahnya guru besar yang dimiliki Unair menjadi anugerah luar biasa dan sangat dibutuhkan. Tidak saja dibutuhkan universitas, tapi juga Indonesia dan dunia.
Nasih mengatakan, titel guru besar merupakan permulaan dari sebuah jalan cerita baru. Nantinya, mereka akan memfokuskan diri dalam pengabdian untuk kemanusiaan, khususnya dalam bidang ilmu yang dikuasainya. Dengan tambahan guru besar di Fakultas Kedokteran, diharapkannya Unair mampu semakin berkontribusi dalam dunia kesehatan.
"Tugas dari para ilmuwan dan guru besar untuk mencari berbagai macam ikhtiar dan jangan menunggu semuanya sudah berlanjut dalam stadium telak. Kami sangat berbangga karena seluruh guru besar sudah mengungkapkan bagaimana pencegahan dan deteksi dini," kata dia.
Nasih juga membahas pengalaman Unair yang mengambil peran membantu penanganan Covid-19, dalam hal ini pembuatan vaksin. Suksesnya penanganan pandemi Covid-19, lanjut Nasih, juga tidak terlepas dari peran para guru besar yang baru dikukuhkan.
"Kami akan terus menerus bisa mengembangkan dan mengantisipasi dengan melakukan banyak hal," ujarnya.
Nasih melanjutkan, ke depan, Unair akan mengembangkan pusat penelitian vaksin untuk beragam penyakit. Hal itu diharapkan akan mengakselerasi bidang kesehatan di Indonesia. Menurut dia, tantangan utama dari sebuah pengembangan bukanlah penyediaan tempat atau SDM, melainkan menyatukan visi para tenaga kesehatan, termasuk dokter.
Untuk itu, kolaborasi dan sinergi dari beragam pihak sangat diperlukan untuk memajukan industri kesehatan di Indonesia. Unair disebutnya siap untuk mengambil peran di dalamnya. "Kampus pun siap untuk membantu dalam penelitian, namun harus dikelola dengan optimal dan bertanggung jawab," kata Nasih.
Selain Prof Gatot Soegiarto dan Prof Laksmi Wulandari, dikukuhkan pula Prof Muhammad Yulianto Listiawan dalam ilmu Morbus Hansen dan Laser, dan Prof Muhtarum Yusuf dalam bidang ilmu Onkologi Bedah Kepala Leher Aspek Biomolekuler.