Rabu 19 Jul 2023 04:20 WIB

Cegah Stunting, Bidan Desa Diminta Aktif Dampingi Ibu Hamil Risiko Tinggi

Hingga saatnya untuk melahirkan betul-betul disiapkan kondisi kesehatannya.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berdialog dengan anak- anak saat melaksanakan kunjungan kerja di Desa Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (18/7).
Foto: Dok Humas Prov Jateng
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berdialog dengan anak- anak saat melaksanakan kunjungan kerja di Desa Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Para bidan, penyuluh, dan relawan kesehatan di Desa Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, diinstruksikan Gubernur Ganjar Pranowo untuk aktif memberikan pendapingan dan pencegahan ‘tengkes’ (stunting) di wilayah desanya.

Berdasarkan laporan yang diterima gubernur, di wilayah desa ini masih ada 32 kasus stunting dan saat ini juga ada 45 ibu yang sedang hamil. Dari 45 ibu hamil tersebut, dua di antaranya masuk kategori berisiko tinggi (risti).

“Saya minta, kepada para bidan agar aktif mendata dan mendampingi secara intensif setiap ibu hamil yang ada di lingkungannya,” ungkap Ganjar Pranowo saat mengunjungi Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Selasa (18/7/2023).

Menurutnya, dua ibu hamil risti di desa ini masing-masing berusia di atas 40 tahun dan hamil di usia yang masih sangat muda. Maka pada saatnya untuk melahirkan betul-betul disiapkan kondisi kesehatannya.

“Sehingga nanti saat menghadapi persalinan ibunya tetap sehat, insya Allah bayinya juga aka menjadi bayi yang sehat dan tidak mengalami stunting,” jelasnya.

Masih terkait dengan angka ‘tengkes’, kata gubernur, saat ini di Desa Blerong, Kecamatan Guntur, masih ada 32 kasus gagal tumbuh kembang pada anak.

Pemerintah Desa (Pemdes) Blerong telah memiliki upaya mitigasi penanganan stunting yang  bagus, yakni dengan pendampingan intensif selama 120 hari dan ditambah pemberian penambah nafsu makan.

Namun, hal itu belum dapat terlaksana dengan optimal pada tahun ini, karena terkendala oleh anggaran. Sumber pendanaan program penanganan stunting ini masih mengandalkan dari alokasi dana desa (ADD).

Maka gubernur meminta walaupun anggarannya kurang, persoalan stuntingnya tetap didata dan nanti disampaikan pada bupati atau kepada gubernur. “Sehingga kalau masih ada yang kurang, nanti kita yang nambahin,” ungkap Ganjar.

Karena, soal stunting harus menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat. Selain untuk mencapai target nasional di angka 14 persen pada 2024 mendatang, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), hal ini juga berkaitan dengan upaya penyiapan generasi Indonesia Emas.

Dalam menyiapkan generasi emas tidak boleh ada stunting dan harus nol. “Karena stunting itu bukan hanya terganggu perumbuhan fisiknya, namun juga terganggu kecerdasan otaknya,” jelas gubernur.

Di sisi lain, pentingnya pendataan juga penting bagi penanganan kemiskinan ekstrim. “Sebab bicara stunting menjadi bagian yang tidak dapat terpisah dari isu kemiskinan ekstrim tersebut," katanya.

Oleh karena itu, upaya pengecekan langsung di lapangan terus dilakukan dan progresnya juga harus dilaporkan secara rutin. “Ini yang menurut saya penting, agar kita bisa memastikan treatment yang sudah diberikan, termasuk penurunan angka stunting ini juga bisa terbaca dengan baik,” jelas dia.

Dalam empat tahun terakhir yang diterbitkan melalui e-PPBGM, angka stunting di Jateng pada 2018 adalah 24,4 persen, kemudian mengalami penurunan menjadi 18,3 persen pada 2019.

Pada 2020, angka tersebut kembali menunjukkan penurunan menjadi 14,5 persen, dan pada 2021 menjadi 12,8 persen hingga pada 2022 mencapai angka 11,9 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement