Jumat 29 Sep 2023 18:09 WIB

Meneladani Rasulullah Lewat Perayaan Maulid Nabi

Rasulullah diutus Allah tak hanya untuk memperbaiki akhlak, namun menyempurnakannya.

Nabi Muhammad (ilustrasi)
Foto: Republika
Nabi Muhammad (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan Maulid adalah bentuk kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad. Diutusnya Rasulullah ke muka bumi menjadi penanda berakhirnya zaman jahiliyah karena ia membawa risalah penuntun umat manusia. Tuntunan utama dari Nabi Muhammad adalah bahwa dirinya diutus adalah untuk memperbaiki akhlak para manusia.

Membahas hal ini, Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya, Prof Khairil Anwar menjelaskan bahwa Rasulullah SAW diutus tidak hanya untuk memperbaiki akhlak, namun juga menyempurnakannya.

Baca Juga

"Rasulullah pernah bersabda, aku ini diutus adalah sebagai penyempurna akhlak. Tidak hanya memperbaiki tapi juga menyempurnakan. Melihat situasi dan kondisi masyarakat kita sekarang, masih bahkan mungkin semakin terdegradasi akhlaknya, khususnya terjadi pada akhlak anak-anak muda kita. Inilah yang saya kira perlunya banyak keteladanan dari generasi sebelumnya," ujar Prof Khairil Anwar di Palangka Raya, Kamis (28/9/2023).

Dirinya menjelaskan kalau Nabi Muhammad menyempurnakan akhlak umat manusia adalah dengan menjadi teladan yang baik atau uswatun hasanah. Sejatinya, kita semua ini harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita. Melalui keteladanan, kita dapat mempengaruhi jiwa anak-anak dan masyarakat hingga 80 persen, sisanya sebanyak 20 persen adalah melalui nasihat.

"Jadi nasihat atau ceramah itu tidak akan berarti tanpa adanya keteladanan, baik dari para pemimpin, pejabat, dan orang tua kita. Melalui keteladanan mereka semua itulah yang nanti akan dicontoh dan diikuti oleh masyarakatnya, khususnya generasi muda. Jadi perlunya kita sama-sama menyempurnakan akhlak masyarakat dengan memberikan teladan yang baik," kata Prof Khairil.

Selanjutnya yang perlu diingatkan juga adalah bahwa Nabi Muhammad diutus dengan agama yang lurus, ikhlas, dan penuh toleransi. Rasulullah bersabda, 'aku diutus dengan agama yang penuh keikhlasan, ketulusan, dan rasa toleransi.'  Apalagi Indonesia ini yang masyarakatnya memiliki perbedaan budaya yang sangat beragam perlu disikapi dengan rasa ikhlas, terutama ikhlas beragama semata-mata karena Allah.

"Jika seseorang bisa memiliki rasa ikhlas ketika beribadah pada Allah, maka ia pun akan bisa ikhlas dengan sesama manusia walaupun berbeda budayanya atau kepercayaannya," ucap Prof Khairil.

Menurutnya, umat manusia semuanya harus bisa menjadi pribadi yang toleran terhadap perbedaan, baik berbeda dengan sesama umat Islam, berbeda antar umat beragama, dan termasuk juga antar umat beragama dengan pemerintah.

"Jadi itulah hikmah kita mengadakan Maulid untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain membawa risalah Islam yang rahmatan al-alamin, Rasulullah juga ditugaskan untuk menyempurnakan akhlak manusia, serta mencontohkan rasa ikhlas dan toleransi dalam beribadah kepada Allah serta umat manusia secara keseluruhan," ucap Prof Khairil.

Prof Khairil pun menyinggung soal beberapa kalangan dari umat Islam yang menganggap bahwa perayaan Maulid itu adalah bid’ah. Dirinya menjelaskan bahwa mereka yang berpikiran seperti ini sebenarnya belum mengetahui ajaran Islam secara komprehensif dan mendalam. Sejatinya perayaan Maulid dan Isra Mi’raj itu bukanlah bid'ah karena tidak ada prinsip beragama yang kita langgar.

"Yang namanya bid'ah itu kalau salat dua rakaat pada waktu subuh, lalu dijadikan empat rakaat atau tiga rakaat, jadi masalah-masalah yang menyangkut ibadah mahdoh. Kalau ibadahnya yang ghoiru mahdoh, seperti muamalah dan yang sejenisnya, maka itu boleh dikreasikan umat Islam dalam mempraktikkan nilai-nilai agama itu ke dalam tradisinya dan masyarakatnya agar ajaran Islam bisa dikenal," kata Khairil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement