Sabtu 07 Oct 2023 18:28 WIB

Serangan Hamas ke Israel Menewaskan 22 Orang, 250 Luka-luka

Milisi menyandera warga Israel di Kota Ofakim.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Yusuf Assidiq
Kendaraan terbakar di kota Israel, Ashkelon, menyusul serangan roket yang diluncurkan para pejuang Hamas.
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Kendaraan terbakar di kota Israel, Ashkelon, menyusul serangan roket yang diluncurkan para pejuang Hamas.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kelompok pejuang Hamas meluncurkan serangan terbesar ke Israel dalam beberapa tahun terakhir. Dilaporkan serangan mendadak kombinasi prajurit bersenjata dan tembakan roket dari Jalur Gaza itu menewaskan lebih 20 orang.

Israel mengatakan kelompok yang didukung Iran tersebut mendeklarasikan perang. Sementara militer Israel mengonfirmasi pasukannya berperang melawan milisi di beberapa kota dan pangkalan militer dekat Gaza.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji membalas serangan ini. "Musuh kami akan membayar dengan harga yang belum pernah mereka ketahui, kami sedang berperang dan kami akan memenangkannya," kata Netanyahu, Sabtu (7/10/2023).

Layanan ambulans Israel mengatakan sejauh ini setidaknya 22 orang tewas dalam serangan ini dan lebih 250 lainnya terluka. Tapi mereka menambahkan angkanya diperkirakan akan terus bertambah.

Militer Israel mengatakan telah meluncurkan serangan udara ke Gaza. Sejumlah saksi mata melaporkan mendengar suara ledakan besar, setidaknya dua orang tewas.

Stasiun televisi Israel, Reshet 13 TV News melaporkan milisi menyandera warga Israel di Kota Ofakim dan lima orang milisi Palestina meninggal di Kota Sderot dan rumah-rumah dibakar.

Media Israel melaporkan sekelompok orang bersenjata melepaskan tembakan ke orang-orang lewat di Sderot. Video yang tersebar di media sosial menunjukkan bentrokan di jalanan kota dan orang bersenjata berkeliling dengan mobil jip di daerah perdesaan.

"Kami diberitahu teroris berada di dalam kibbutz (pemukiman komunitas), kami dapat mendengar suara tembakan," kata seorang perempuan muda yang mengidentifikasi dirinya sebagai Dvir dari Beeri Kibbutz di Army Radio. Dvir berbicara dari tempat perlindungan bom di rumahnya.

Eskalasi ini terjadi saat kekerasan antara Israel dan milisi Palestina di Tepi Barat meningkat. Begitu pula di Jalur Gaza di mana Palestina ingin menjadi daerah itu sebagai bagian dari negaranya di masa depan.  

Perang juga terjadi di tengah gejolak politik di Israel. Ketika terjadi perpecahan tentang reformasi yudisial. Sementara Washington sedang mencoba membuat kesepakatan dengan Arab Saudi agar menormalisasi hubungan dengan Israel.

"(Operasi ini) respons menentukan pada pendudukan Israel yang terus berlanjut dan pesan pada mereka yang ingin menormalisasi hubungan dengan Israel," kata kelompok Hizbullah di Lebanon.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement