Selasa 24 Oct 2023 03:44 WIB

Di Semarang, Menkeu Beberkan Kiat Indonesia Bangkit Lebih Cepat dari Pandemi

APBN akan mempengaruhi kebijakan perekonomian.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
 Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, saat memberikan kuliah umum di Undip.
Foto: Bowo Pribadi
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati, saat memberikan kuliah umum di Undip.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Memberi kuliah umum di hadapan mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) dan Universitas Negeri Semarang (Unnes) Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati jelaskan strategi dan kebijakan fiskal Indonesia untuk bangkit dari pandemi.

Sehingga Indonesia menjadi negara yang mampu bangkit dan pulih secara cepat di tengah kondisi perekonomi global (dunia) yang masih gonjang-ganjing dan penuh dengan ketidakpastian.

Mengangkat tema, ‘Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global’, Sri Mulyani mengungkapkan, APBN menjadi instrumen penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan APBN akan mempengaruhi kebijakan perekonomian.

Di sisi lain, ekonomi memiliki siklus, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain di dunia. “Terkadang mulus tetapi kemudian secara tiba-tiba juga terpuruk atau mengalami banyak tantangan,” jelasnya, di Gedung Prof Sudarto SH, kompleks kampus Undip, tembalang, Kota Semarang, Senin (23/10).

Terakhir Covid-19, seluruh dunia mengalami pukulan telak. Indonesia relatif bisa menjaga itu. Bahkan kalau melihat pertumbuhan ekonomi, Indonesia tidak hanya sekadar mampu menjaga stabilitas tetapi juga menciptakan pemerataan.

“Waktu terjadi Covid-19 semuanya negara mengalami kontraksi, namun kita pulih kembali dan memulihkan dari sisi orang yang miskin dan juga pengangguran. Itulah cara kita dalam  mengelola situasi yang tidak menguntungkan tersebut,” ungkap dia.     

Pada bagian lain, Sri Mulyani juga mengatakan, salah satu kiat untuk segera pulih dari keterpurukan adalah meningkatkan produktivtas. Suatu negara tidak akan bisa tumbuh hanya dengan menambah konsumsi tanpa pernah menciptakan produktivitas.

Ia juga menyampaikan pembangunan infrastruktur menjadi bagian dari cara Indonesia untuk meningkatkan produktivtas. Karena mobilitas dan konektivitas menjadi mudah akan menciptakan produktivitas.

Pembangunan memang tidak hanya fisik saja, tetapi juga manusiannya dan pemerintahannya (birokrasi dan regulasi) tetapi semuanyaharus dilakukan secara bersama- sama. Maka APBN menjadi instrumen penting.

Pada saat pandemi, manusia tidak produktif karena terancam jiwanya, ekonomi berhenti. Dengan berhentinya ekonomi, sudah pasti penerimaan negara juga menurun dan itu dialami Indonesia saat pandemi.

Bahkan negara sekelas Amerika Serikat atau RRC, semua negara di dunia juga ikut terkontraksi akibat pandemi dan semuanya menggunakan kebijakan instrument viskal. Namun tidak semuanya bisa pulih secara cepat dan ini adalah musibah yang dahsyat.

Namun Indonesia mampu mengelola musibah tersebut dengan baik. Dalam situasi tersebut  APBN hadir dan bahkan Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan luar biasa.

Dalam kondisi dan situasi normal, APBN tidak boleh devisit lebih dari 3 persen. “Saat pandemi pendapatan kita turun hingga 20 persen dan belanjanya naik. Sehingga devisit kita naik dari 1,8 menjadi 5,1 dan kemudian 6,3 persen,” kata menkeu.

Namun demikian, lanjutnya, Indonesia mampu memulihkan kesehatan, ekonomi, keuangan dan menstabilkan sosial dengan menggunakan APBN, namun tidak mengorbankan APBN sebagai instrumen. “Karena begitu ekonomi pulih, maka APBN kita sehat kembali,” tegasnya.   

Sementara itu menanggapi kuliah umum menkeu, Rektor terpilih Undip, Prof Suharnomo menyampaikan, apa yang disampaikan oleh Sri Mulyani di hadapan mahasiswa menjadi pembelajaran yang lengkap.

Karena Sri Mulyani menyampaikan dengan detil data-data serta fakta tentang perekonomian Indonesia yang dikomparasi dengan kondisi ekonomi negara lain di era krisis dan keidakpastian global.

Menurutnya itu bisa menjadi fakta yang menarik untuk menjawab informasi yang tidak benar tentang pemerintah. Sebab kadang kala dalam menyikapi apa yang terjadi, ada rejection of establish knowledge atau menganggap informasi dari pemerintah selalu tidak benar.

“Sehingga ini sangat bagus, agar mahasiswa secara mereka bisa berpikir sendiri dalam menyikapi persoalan yang dihadapi oleh negara Indonesia, berpikir secara berimbang dan tetap kritis dalam menyikapi informasi,” tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement