REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Surat Kabar Mahasiswa (SKM) UGM Bulaksumur menggelar diskusi bertajuk Bulatalk 2023 dengan tema, Dinamika Pers: Dulu, Kini, dan Nanti di Selasar Utara Balairung UGM, Sabtu (11/11/2023). Kegiatan tersebut diinisiasi untuk memperingati Hari Jadi ke-28 SKM UGM Bulaksumur.
Bulatalk digelar dalam dua sesi. Sesi pertama dibuka dengan diskusi tiga narasumber akademisi dan jurnalis. Ketiga narasumber tersebut adalah Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM sekaligus Pembina SKM UGM Bulaksumur, Zainuddin Muda Z Monggilo, Jurnalis Kompas.com Inggried Dwi Wedhaswary, dan Jurnalis Republika, Fernan Rahadi. Sesi talkshow dimoderatori oleh Pemimpin Umum SKM UGM Bulaksumur 2023 Gregorius Arimurti.
Zainuddin menyinggung soal pentingnya posisi pers mahasiswa yang krusial dalam menjunjung aspirasi masyarakat dan lebih jauh pada perwujudan iklim demokrasi yang bersih dan sehat. Namun demikian pers dalam perjalanannya menghadapi tantangan yang tidak mudah.
"Pers, terutama pers mahasiswa mengalami defisit sumber daya unggul karena kurangnya minat kaum muda untuk terlibat aktif dalam komunitas jurnalistik ini," kata Zainuddin dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (15/11/2023).
Apalagi menurutnya, mahasiswa yang mengambil peminatan jurnalisme di kampus juga cenderung stagnan hingga berkurang dari waktu ke waktu. Hal senada disampaikan oleh Inggried yang memandang bahwa wajah pers mendatang juga sedikit banyak akan ditentukan oleh kontribusi pers mahasiswa yang eksis kala ini.
"Pers mahasiswa adalah cikal bakalnya yang perlu dirawat," lanjut Inggried.
Sementara itu Fernan menyatakan bahwa pers mahasiswa harus terus eksis tanpa kekangan sehingga praktiknya tetap murni. "Platform ini adalah tempat yang tepat untuk memumpuk idealisme yang belum tentu akan dipertahankan saat masuk ke lingkup kerja media yang cenderung industrialis," ungkap Fernan yang juga redaktur Republika kantor perwakilan DIY-Jateng ini.
Sesi kedua dibawakan oleh tiga panelis dari mahasiswa yang aktif menjadi pelaku dan pemerhati Pers Mahasiswa, mereka adalah Korps Mahasiswa Komunikasi UGM Jason Tambayong, Biro Pers Mahasiswa Filsafat Pijar Aghli Maula, dan SKM UGM Bulaksumur Gregorius Arimurti.
Pada sesi kedua, para panelis mahasiswa mengungkap pandangan mereka terkait dinamika Persma. Diskusi dibuka dengan pertanyaan seberapa penting pers mahasiswa sebagai acuan sumber informasi bagi khalayaknya. Ketiga panelis sepakat bahwa Persma berperan vital bagi kalangan mahasiswa sebagai wadah utama bagi mereka untuk menyampaikan aspirasinya di lingkup kampus.
"Sangat penting. Mengingat Pers Mahasiswa itu netral, tidak terkait satu kepentingan eksternal apa pun. Ini yang menjadi pembeda antara Pers Mahasiswa dan lembaga pers lainnya," kata Jason.
Selain itu, berbagai ancaman yang menghantui eksistensi Persma menjadi tantangan tersendiri, terlebih dengan adanya perkembangan teknologi yang menuntut berbagai bidang untuk mampu beradaptasi. Namun menurut Gregorius hal tersebut tak menjadi soal.
"Dengan adanya teknologi, sebetulnya membuat ekosistem kerja Pers Mahasiswa menjadi mudah karena digitalisasi membuat awak dapat bekerja di manapun dan kapan pun," ucap Gregorius.
Aghli menutup diskusi dengan menyampaikan harapan bersama agar Persma tetap eksis dan menyuarakan aspirasi publiknya. "Inilah tugas Persma untuk bisa mengangkat isu-isu yang tidak terdengar atau mungkin kegelisahan-kegelisahan yang ada," ucap Aghli.