Selasa 21 Nov 2023 07:03 WIB

Pakar Kesehatan Kupas Fenomena Serangan Jantung Setelah Olahraga

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat ingin berolahraga.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Serangan Jantung
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Serangan Jantung

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Penyakit jantung ternyata masih menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Pada beberapa kasus, penyakit jantung terjadi setelah berolahraga.

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang (FK UMM), Dedy Irawan tidak menampik bahwa olahraga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan serangan jantung. Hal tersebut lantaran olahraga termasuk aktivitas fisik yang menyebabkan aktivitas jantung meningkat. 

"Meski demikian, tidak bisa dikatakan bahwa olahraga yang menyebabkan kematian," katanya.

Menurut dia, tidak semua olahraga yang dilakukan itu sudah benar. Jenis olahraga orang yang sehat dengan dengan yang tidak sehat pasti berbeda. Maka dari itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat ingin berolahraga.

Poin pertama, yakni ketika berolahraga harus memilih yang sesuai dengan kemampuan. Untuk individu yang masih muda serta memiliki fisik yang kuat dan sehat dapat melakukan olahraga ap pun. Berbeda dengan orang yang memiliki riwayat penyakit jantung.

Poin kedua dengan olahraga rutin dan bertahap. Saat pertama kali berolahraga, seseorang tidak boleh langsung melakukan olahraga yang berat.  Jika memaksakan diri berolahraga di luar kemampuan, maka jantung tidak akan kuat dan hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan jantung.

Poin ketiga dengan memenuhi cairan dan nutrisi. Saat berolahraga, seseorang pasti akan kehilangan banyak cairan sehingga menyebabkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. Jika terjadi gangguan elektrolit, maka akan terjadi gangguan irama jantung dan dapat menyebabkan serangan jantung. 

Poin terakhir yang mungkin terjadi adalah memiliki faktor risiko lainnya. Situasi ini dapat menyebabkan orang tersebut meninggal saat berolahraga. 

Dedy menilai belum dapat dipastikan dengan baik penyebab serangan jantung di Indonesia dikarenakan kurangnya data. "Tidak seperti di luar negeri yang memiliki data lengkap pasiennya, terutama data kematian pada atlet," jelasnya dalam pesan resmi yang diterima Republika. 

Ia tidak menampik memang ada atlet yang meninggal dikarenakan serangan jantung namun tidak banyak. Penyebabnya dapat karena gangguan irama jantung, gangguan di struktur jantung, serta kelainan lain seperti konsumsi obat-obatan secara berlebih.

Gangguan struktur jantung ini dapat berupa jantung bocor, otot jantung menebal, atau pembengkakkan otot jantung. Gangguan struktur jantung ini dapat karena faktor bawaan dari lahir maupun karena faktor umur. Kelainan lain yang menyebabkan serangan jantung ialah mengonsumsi obat-obatan melebihi dosis  yang diresepkan, merokok, serta karena pola hidup tidak sehat.

Dedy menjelaskan, mereka yang memiliki penyakit jantung dan ingin memilih olahraga, harus melakukan medical check up. Kemudian melakukan pemeriksaan yang dilakukan dengan treadmill test sembari dipasangkan alat-alat seperti Elektrokardiogram (EKG). Setelah itu akan muncul resep yang disingkat dengan FITT (Frequency, Intensity, Type, Time).

Frekuensi (frequency) ialah idealnya kita harus berolahraga berapa kali dalam seminggu. Intensitas (intensity) yang di maksud ialah berapa target detak jantung yang harus dicapai pada saat berolahraga. Lalu, tipe (type) olahraga apa yang cocok dengan kondisi kita. Semisal memiliki penyakit jantung, maka olahraga yang dianjurkan adalah yang agak aerobik untuk meningkatkan detak jantung. 

Kemudian, waktu (time) ialah seberapa lama idealnya kita berolahraga. Olahraga dilakukan secara rutin, yang awalnya dilakukan sekitar 30 menit maka ditingkatkan lagi menjadi 40 menit. Treadmill test ini untuk penilaian kemampuan awal. Hal ini berkelanjutan dan rutin sembari ditingkatkan pelan-pelan intensitasnya. 

Dedy menyampaikan bahwa penyakit jantung tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi di mana saja.  Karenanya, masyarakat Indonesia harus bisa menguasai dan melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD). "Ini agar tidak bingung saat mengahadapi orang yang tiba-tiba terkena serangan jantung,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement