Selasa 21 Nov 2023 16:46 WIB

RS Indonesia di Gaza Diserang Israel, PP Muhammadiyah: Sudah di Luar Batas

Menyerang rumah sakit merupakan pelanggaran perang dan kejahatan kemanusiaan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Yusuf Assidiq
RS Indonesdia di Gaza
Foto: VOA
RS Indonesdia di Gaza

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti, merespons penyerangan brutal Israel ke Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Jalur Gaza sejak Senin (20/11/2023) pagi waktu setempat. Menurut dia, tindakan Israel tersebut sudah di luar batas.

"Tindakan tentara Israel itu sudah di luar batas. Menyerang rumah sakit merupakan pelanggaran perang dan kejahatan kemanusiaan," ujar Prof Mu'ti saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (21/11/2023).

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini pun mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih aktif untuk membawa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court (ICC).

"Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya protes, tetapi harus lebih aktif menggalang dukungan untuk membawa Netanyahu ke badan kejahatan perang dan dewan HAM," tegas Prof Mu'ti.

Sebelumnya, Rumah Sakit Indonesia yang terletak di utara Gaza menjadi sasaran pengeboman dan serangan pasukan penjajah Israel (IDF) sejak Senin (19/11/2023) pagi waktu setempat. Serangan yang berlanjut hingga siang hari itu menewaskan 12 orang termasuk dokter dan pasien.

Aljazirah melaporkan, staf di salah satu rumah sakit terbesar di Gaza utara itu meminta bantuan mendesak dari PBB dan Palang Merah setelah pasukan Israel mengepung fasilitas medis tersebut dan membombardir daerah tersebut. Tim medis mengatakan bahwa rumah sakit tersebut menjadi sasaran dalam semalam tanpa peringatan sebelumnya.

Sebelumnya, salah satu koresponden Aljazirah di Gaza, Safwat al-Kahout, mengatakan sepertinya pasukan Israel akan mengulangi apa yang terjadi di RS al-Shifa dan juga akan menduduki RS Indonesia.

Listrik di rumah sakit tersebut padam setelah generatornya terkena serangan, sehingga memaksa petugas medis untuk mengoperasi pasien sambil menggunakan lampu dari ponsel, bahkan ketika pemboman terus berlanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement