Jumat 24 May 2024 20:25 WIB

Momentum Harkitnas, GSM Soroti Kesadaran Kolektif untuk Ubah Budaya Pendidikan

Hakikat pendidikan adalah menyadarkan diri untuk merasa belum cukup berpengetahuan.

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal saat menjadi pembicara dalam workshop dengan judul Gerakan Sekolah Menyenangkan PAUD, SKB/PKBM, SD, SMP, SMA/SMK, Se-kota Bontang yang digagas oleh Dinas Pendidikan Bidang PAUD Bontang di Grand Mutiara Hotel, Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (23/5/2024). Acara tersebut menghadirkan para pelaku pendidikan dari 236 sekolah, mulai dari PAUD-TK, SD, SMP, hingga SMK, serta beberapa badan yang bergelut pada bidang pendidikan, seperti Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), DPRD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan beberapa organisasi mitra lainnya.
Foto: GSM
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal saat menjadi pembicara dalam workshop dengan judul Gerakan Sekolah Menyenangkan PAUD, SKB/PKBM, SD, SMP, SMA/SMK, Se-kota Bontang yang digagas oleh Dinas Pendidikan Bidang PAUD Bontang di Grand Mutiara Hotel, Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (23/5/2024). Acara tersebut menghadirkan para pelaku pendidikan dari 236 sekolah, mulai dari PAUD-TK, SD, SMP, hingga SMK, serta beberapa badan yang bergelut pada bidang pendidikan, seperti Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), DPRD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan beberapa organisasi mitra lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, BONTANG -- Memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang jatuh 20 Mei 2024 lalu, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menyoroti kesadaran kolektif sebagai kunci utama lainnya dalam menciptakan perubahan dalam budaya pendidikan. Pendiri GSM Muhammad Nur Rizal mengaitkan semangat pelaku para pelaku pendidikan dengan bagaimana para pemuda pendiri organisasi Boedi Oetomo yang menyadari bahwa mereka tidak sepatutnya menjadi rakyat terjajah secara terus menerus, sehingga mereka bergerak dan berteriak kepada sesama pemuda daerah lainnya sampai terbebas dari keterikatan dan penindasan.

"Hakikat pendidikan itu bukan untuk membuat kita pintar, melainkan menyadarkan diri untuk selalu merasa belum selesai dan cukup berpengetahuan, sehingga kita akan terus mencari tahu, serta bebas berkreasi untuk memberikan dampak," katanya ketika menjadi pembicara dalam workshop dengan judul 'Gerakan Sekolah Menyenangkan PAUD, SKB/PKBM, SD, SMP, SMA/SMK, Se-kota Bontang' yang digagas oleh Dinas Pendidikan Bidang PAUD Bontang di Grand Mutiara Hotel, Bontang, Kalimantan Timur, Kamis (23/5/2024).

Rizal pun menyatakan kekagumannya terhadap Dinas Pendidikan Kota Bontang yang secara terbuka mengkritik sistem pendidikannya sendiri, lewat sitkom blak-blakan yang diakui sebagai pengalaman pertamanya disuguhkan penampilan sejujur itu setelah mengunjungi berbagai macam kota.

"Jadi kalau tadi sitkomnya itu membangun sebuah kesadaran kolektif agar kita mau keluar dari persoalan dan merasa kita belum cukup untuk terus berkembang, berarti Kota Bontang ini sudah menerapkan budaya berhakikat pendidikan," ucap Rizal.

Kalau wali kotanya, kepala dinasnya, blak-blakan begini, mestinya ada kebahagiaan nantinya. Kenapa? Karena ciri orang yang mencapai kebahagiaan itu, dia tidak terikat dengan segala kebendaan. Itu kata Marcus Aurelius, seorang filsuf. Jadi, kalau Anda sudah mampu mengkritik diri anda sendiri, berarti Anda sudah tidak terikat lagi pada ego sendiri, maka di titik itu anda akan terbuka, di titik itu juga, Tuhan akan memberikan kreativitas dan imajinasi. Jadi, luar biasa," ungkap Rizal menambahkan.

Rizal menutup bahwa guru yang sangat paham hakikat pendidikan, tindakannya akan dijiwai oleh spirit Prometheus, seorang manusia setengah dewa di hikayat Yunani yang rela berkorban dihukum abadi karena mencuri api pengetahuan dari taman Zeus untuk diberikan kepada manusia agar berpengetahuan sehingga bisa terhindar dari kedinginan dan kegelapan di bumi. "Itulah kekuatan cinta Prometheus kepada manusia seperti layaknya cinta guru kepada murid-muridnya," kata Rizal.

Wali Kota Bontang, Basi Rase, juga sempat mengutarakan rasa setujunya dengan Rizal, bahwa cinta dan kebahagiaan merupakan spirit utama yang harus dicapai pendidikan di kota Bontang. Lebih dari itu, Ia mengajak guru-guru untuk mencoba mengimplementasikan kedua hal tersebut. 

"GSM ini sepertinya mengajak kita membenahi pendidikan kita agar tidak kalah dari bangsa lain," kata Basi Rase.

Begitu juga dengan Ketua BPMP Provinsi Kalimantan Timur, Jarwoko, yang sepakat bahwa hakikat pendidikan seperti yang telah disampaikan Rizal, yaitu untuk menggali rasa ingin tahu, imajinasi dan mengeluarkan potensi bawaan manusia, harus terus dipaparkan dalam pelatihan-pelatihan untuk guru. 

"Itulah mengapa banyak pelatihan, tetapi tidak mengubah mindset dan kualitas guru, karena seringkali pelatihan kehilangan hal yang paling utama, yakni hakikat pendidikan yang tidak pernah diajarkan," kata Jarwoko. 

Acara tersebut menghadirkan para pelaku pendidikan dari 236 sekolah, mulai dari PAUD-TK, SD, SMP, hingga SMK, serta beberapa badan yang bergelut pada bidang pendidikan, seperti Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), DPRD, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dan beberapa organisasi mitra lainnya.

Acara dimulai dengan sitkom dari komunitas GSM Bontang yang mengusung isu beban pendidikan dari berbagai perspektif. Lalu, dilanjutkan pembukaan acara lewat rentetan sambutan yang diawali oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bontang, Bambang Cipto Mulyono.

Menurut Bambang, workshop ini bukan hanya sekadar workshop biasa. "Namun, paska-workshop ini yang menjadi perhatian kita, untuk jangka panjang. Kita akan terus dibimbing untuk melakukan perubahan melalui komunitas GSM, lewat spirit dan ilmu yang dapat membuka kesadaran dan wawasan tentang nilai-nilai dasar pendidikan yang memanusiakan manusia,” tegas Bambang.

Bambang juga mengatakan bahwa dirinya mendapatkan banyak pelajaran dari salah satu komunitas GSM di Gunungkidul yang memperlihatkan dinamika sekolah menyenangkan, dengan guru yang inspiratif, serta murid-murid yang ceria. Hal tersebut bersesuaian dengan visi dari GSM, yaitu memberikan ruang bagi siapa pun yang ingin terlibat dalam perubahan pendidikan, tanpa mengenal gelar, jenjang, status, ataupun jabatan."Bahwa murid sekalipun dapat menjadi kontributor di dalam gerakan ini," tuturnya.

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement