REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ar Tika Ainunnisa Fitria ST., MT., Ph.D (Dosen Arsitektur Unisa Yogyakarta)
Kampung merupakan bagian penting dari suatu kota, tidak terkecuali bagi Kota Yogyakarta. Kampung berada dalam pola konsentris dan bagian dari struktur perkotaan, hingga simbol kehidupan masyarakatnya.
Begitu pula, konsep suatu kampung tidak akan terlepas dari ruang transisinya. Ruang transisi merupakan peralihan dari ruang privat dan publik, seperti gang, halaman, teras, hingga sarana prasarana seperti masjid dan serambinya dimana menjadi bagian bagi kehidupan kampung.
Ruang transisi memiliki peran penting dalam mengakomodasi kehidupan sosial, terutama interaksi antar warganya. Bahkan, perilaku masyarakat di suatu kampung dapat ditangkap melalui ruang transisinya.
Karakter teritorial yang fleksibel pada ruang transisi menjadikannya sebagai pusat kehidupan masyarakat kampung. Sebagai contoh, gang-gang di kampung tidak hanya berfungsi sebagai ruang sirkulasi, namun sebagai ruang sosial dan interaksi keseharian masyarakat hingga sebagai wadah dalam menumbuhkan rasa kebersamaan antar warganya.
Hal ini tidak terlepas dari pola organik ruang transisi, yaitu gang-gang di kampung berkembang secara alami sesuai kebutuhan. Masyarakat kampung memahami cara menggunakan dan membentuk ruangnya secara kreatif.
Pola organik inilah yang mampu membentuk ruang-ruang sosial bagi warganya, bahkan memberikan pengalaman bagi masyarakat untuk beraktivitas di ruang luar disamping keterbatasan ruang bersama dan kepadatan bangunan di kampung. Hal ini berbeda dengan negara-negara di dunia barat, yang menjadikan ruang transisi memiliki batas-batas teritori yang jelas dan peruntukan penggunaannya yang spesifik, hingga keterikatannya pada suatu aturan.
Ketidakteraturan spasial inilah yang melestarikan sistem sosial kampung dan nilai-nilai kehidupan masyarakatnya. Hubungan ruang dan penghuninya terlihat jelas dari perilaku masyarakatnya, baik keseharian maupun yang bersifat insidental.