Sabtu 12 Apr 2025 15:11 WIB

Perkuat Produk Lokal Jadi Strategi Pemkot Yogya Hadapi Kebijakan Tarif Impor Trump

Kebijakan ini tetap perlu diantisipasi terutama bagi industri padat karya.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo
Foto: Wulan Intandari
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menjadi tantangan bagi banyak negara termasuk Indonesia.

Diketahui, Trump awalnya mengenakan tarif ke Indonesia sebesar 32 persen. Namun kebijakan itu berubah pasca adanya masa tangguh terhadap kenaikan tarif resiprokal selama 90 hari untuk puluhan negara dengan persentase tarif timbal balik yang diturunkan ke angka 10 persen.

 

Meskipun barang-barang Indonesia yang masuk ke AS hanya akan dikenakan tarif 10 persen, kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama. Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyoroti berbagai dinamika ekonomi bakal terjadi ke depannya seiring berjalannya kebijakan tersebut.

 

“Dengan adanya kebijakan-kebijakan, kita kena beban biaya ekspor ke Amerika dan sebagainya ini,” katanya, Jumat (11/4/2025).

 

“Kita harus mengantisipasi seandainya dolar naik, kemudian barang-barang impor juga lebih mahal, kemudian produk-produk yang sifatnya padat karya itu menjadi menurun agak lesu, ya itu kita harus antisipasi," ucap Hasto.

 

Hasto menyampaikan Pemkot Yogyakarta memiliki strategi untuk menghadapi situasi ini. Salah satunya memperkuat konsumsi dalam negeri dengan menggunakan produk lokal. Masyarakat diajak membeli dan mengonsumsi produk sendiri dalam kondisi saat ini. Selain itu, juga mengurangi konsumsi barang-barang tak perlu bisa menjadi upaya lainnya.

 

“Harus menguatkan konsumsi dalam negeri, harus menguatkan produk lokal untuk dikonsumsi sendiri, dan jangan banyak belanja yang tidak penting, kalau menurut saya itu untuk dilakukan penting sekali kondisi sekarang ini," ungkapnya.

 

Terkait produk yang diekspor dari Kota Yogya ke AS, Hasto menyampaikan tidak begitu banyak. Akan tetapi, menurut dia, dampak kebijakan ini tetap perlu diantisipasi, terutama bagi industri padat karya seperti garmen yang masih memiliki keterkaitan dengan pasar luar negeri.

 

Dia tak menampik, potensi lesunya industri ekspor akibat tarif tinggi dari AS berpeluang menurunkan daya serap tenaga kerja manakala tidak ditangani sejak dini. Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk memperkuat konsumsi dalam negeri dan menahan diri dari pengeluaran yang tidak penting.

 

“(Produk yang diekspor dari Kota Yogyakarta ke AS) tidak terlalu banyak, tapi paling enggak garmen itu dari Daerah Istimewa Yogyakarta kan ada. Di sini industri yang padat karya, yang otomotif dan sebagainya kan tidak banyak sehingga mudah-mudahan tidak terlalu berpengaruh secara serius," ujarnya.

 

Lebih lanjut, Hasto mengatakan penting adanya regulasi yang jelas untuk memperkuat produk lokal tersebut.

 

"Memang cara melindungi harus ada regulasi. Regulasi menggunakan produk sendiri, regulasi melindungi konsumen. Itu penting karena untuk mengutamakan produk masyarakat kita. Makanya saya pertimbangkan untuk membuat Perwal produk lokal," kata dia.

 

"(Ibarat) keran dibuka dikit-dikit terus kan repot. Makanya harus ada regulasi seperti itu," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement