Ahad 20 Apr 2025 08:03 WIB

OJK Laporkan Pertumbuhan Kredit 10,3 Persen dan Siapkan Strategi Mitigasi Dampak Tarif AS

Kredit investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Rep: Salsabila Assani/ Red: Fernan Rahadi
Logo OJK (ilustrasi)
Foto: dok. Republika
Logo OJK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan kredit sebesar 10,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai Rp 7.825 triliun per Februari 2025, terutama didorong oleh bank BUMN, berdasarkan keterangan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Maret 2025 pekan lalu.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa kredit investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan, yakni meningkat 14,62 persen yoy. Sementara kredit modal kerja tumbuh 7,66 persen yoy dan kredit konsumsi naik 10,31 persen yoy.

"Ditinjau kepemilikan bank BUMN pendorong utama, naik 10,93 persen yoy," kata Dian dalam konferensi pers tersebut.

Sektor perbankan masih memiliki kondisi likuiditas yang memadai, dengan rasio alat likuid terhadap noncore deposit (AL/NCD) sebesar 116,76 persen dan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 26,35 persen per Februari 2025.

"Masih di atas threshold 50 persen [AL/NCD] dan 10 persen [AL/DPK]," jelas Dian.

Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross naik tipis dari 2,18 persen pada Januari menjadi 2,22 persen pada Februari 2025, namun membaik 13 basis poin dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Ketahanan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) berada di level 26,98 persen, sedikit turun dibandingkan posisi Januari 2025 sebesar 27,01 persen.

Dalam konferensi pers yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, memaparkan langkah-langkah untuk memitigasi potensi dampak negatif penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap pasar keuangan domestik. OJK bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait dalam merumuskan kebijakan strategis, khususnya bagi industri yang terdampak langsung.

"Mitigasi risiko langsung, katakanlah jika tarif yang semula (32 persen) akan dikenakan itu terjadi, apa yang harus dilakukan. Tentu kalau dalam konteks OJK adalah juga melihat bagaimana proses serta persyaratan dan perjanjian mengenai pembiayaan yang ada selama ini untuk tetap bisa mendukung," ujar Mahendra.

OJK juga telah melakukan penyesuaian kebijakan terkait pembekuan aktivitas sementara (trading halt) untuk merespons gejolak pasar global dan domestik. Trading halt terbaru diberlakukan selama 30 menit jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 8 persen dalam satu hari bursa. OJK juga menyesuaikan besaran auto rejection bawah (ARB) menjadi 15 persen.

Selain itu, OJK melaporkan telah mengambil tindakan tegas terhadap pelaku jasa keuangan di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun yang melanggar ketentuan. Selama periode 1-24 Maret 2025, OJK memberikan 79 sanksi administratif yang terdiri dari 62 sanksi peringatan/teguran dan 17 sanksi denda yang dapat diikuti dengan sanksi peringatan.

Di sektor asuransi, OJK mengenakan Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) selama tiga bulan kepada PT Brilliant Insurance Brokers karena belum melaporkan penambahan modal disetor. Perusahaan tersebut dilarang melakukan kegiatan keperantaraan asuransi hingga permasalahannya diselesaikan, namun tetap wajib menyelesaikan kewajiban yang telah jatuh tempo.

OJK juga tengah mengawasi pemenuhan kewajiban peningkatan ekuitas tahap pertama sesuai Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023. Per Februari 2025, tercatat 106 dari 144 perusahaan asuransi dan reasuransi telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang disyaratkan untuk posisi akhir tahun 2026.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement