Kamis 24 Apr 2025 15:48 WIB

Waspada Kemarau, Masyarakat DIY Diminta Antisipasi Ketersediaan Air 

Emilya tak menampik bahwa durasi musim kemarau bisa beragam.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Illustrasi masyarakat menampung air bersih saat musim kemarau.
Foto: Wulan Intandari
Illustrasi masyarakat menampung air bersih saat musim kemarau.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kondisi cuaca panas mulai terasa di Daerah Istimewa Yogyakarta belakangan ini. Meskipun demikian, musim kemarau di wilayah ini diperkirakan baru akan terjadi pada akhir April mendatang.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi kemarau tahun ini akan terjadi lebih singkat untuk beberapa wilayah di Indonesia. Bulan April dan Mei dimulainya musim kemarau, sedangkan puncaknya akan terjadi pada Juni hingga Juli. 

Menghadapi kondisi ini, Pakar Klimatologi dari Fakultas GeografI Universitas Gadjah Mada, Emilya Nurjani, meminta masyarakat untuk segera bersiap menghadapi berbagai potensi dampak dari perubahan musim ini. Ada sejumlah hal yang perlu disiapkan oleh masyarakat pada awal musim kemarau ini terutama memastikan ketersediaan air.

Dia mengungkapkan perbedaan durasi musim kemarau yang berbeda disebabkan adanya angin musim yang kerap diketahui sebagai muson atau monsoon. Muson ini menjadi penentu musim di Indonesia adalah muson Asia atau Muson Timur dan Muson Barat atau Muson Australia. 

“Kadang-kadang tidak selalu bersamaan. Biasanya jika datang kita bisa mulai menentukan Kapan musim itu mulainya musim hujan maupun musim kemarau,” kata Pakar Klimatologi dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Emilya Nurjani, Kamis (24/4/2025).

Menurutnya muson Asia menjadi penentu akan datangnya penghujan, sedang jika ada muson Australia menjadi penentu masuknya musim kemarau. Namun begitu, fenomena iklim lain juga bisa mempengaruhi musim di Indonesia, seperti el Nino dan la Nina, Indian Ocean Dipole (IOD)  siklon tropis, osilasi, dan The Quasi-biennial Oscillation (QBO).

Terkait durasinya, Emilya tak menampik bahwa durasi musim kemarau itu bisa beragam, bahkan ada yang mencapai 24 dasarian atau delapan bulan. Akan tetapi, durasi tahun ini, kata dia, akan sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Oleh karenanya, dia juga mengimbau para petani dapat menyiapkan dengan lebih matang dalam memilih tanaman-tanaman yang akan mereka tanam nanti. Ia menyarankan agar masyarakat di daerah-daerah dengan waktu kemarau panjang tersebut untuk menyesuaikan jenis-jenis tanaman pertanian yang akan ditanam.

Seperti memilih tanaman yang kebutuhan airnya lebih sedikit, dan masa tanamannya lebih pendek. Lalu, para petani juga bisa melakukan pengelolaan pola buka pintu waduk jika ada irigasi atau pengairan. “Untuk kebutuhan air, kolam  retensi pun bisa menjadi opsi, meskipun memang kolam ini pengisiannya dilakukan saat musim penghujan,” ungkapnya.

Selanjutnya, untuk sumber daya air, Emilya menyarankan agar adanya rainwater harvesting, dikarenakan pekan-pekan terakhir ini masih turun hujan. "Sehingga nanti saat musim kemarau datang, hal tersebut bisa digunakan untuk cadangan air," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement