Senin 16 Jun 2025 18:42 WIB

Tak Punya BPJS: Cerita Pekerja dan Guru Honorer tak Terima Bantuan Subsidi Upah

Dengan pendapatan yang minim, mereka mengatakan turut membutuhkan BSU.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Upah buruh dan pekerja. ilustrasi
Upah buruh dan pekerja. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sejumlah pekerja tak akan menikmati bantuan subsidi upah (BSU) dari pemerintah akibat tak memenuhi persyaratan, terutama karena bukan peserta BPJS Ketenagakerjaan. Mereka merasa terdiskriminasi. Sebab dengan pendapatan yang minim, mereka mengatakan turut membutuhkan BSU. 

Irene (25 tahun), warga Kota Semarang, Jawa Tengah, berharap bisa memperoleh BSU. Dia mengaku pendapatannya masih jauh di bawah UMK Kota Semarang yang saat ini sebesar Rp3,4 juta. "Gaji saya hanya Rp 1.250.000 per bulan," katanya saat diwawancara Republika, Senin (16/6/2025). 

Salah satu syarat penerima BSU adalah berpendapatan di bawah Rp 3,5 juta. Meski gajinya memenuhi persyaratan sebagai penerima BSU, Irene tak bisa memperoleh bantuan tersebut karena tak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sejak resmi bekerja di kantornya tiga tahun lalu, Irene dijanjikan akan didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Dijanjikan dua tahun lalu, tapi sampai sekarang belum didaftarkan," ujarnya. 

Irene sudah berusaha mencari tempat kerja lebih layak yang dapat memenuhi hak-haknya, tapi sampai saat ini belum ada tawaran pekerjaan baru. Dari penghasilannya, Irene turut membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Dia mengakui, pendapatannya tak cukup untuk rentang sebulan.

"Nabung ya cuma sedikit. Sebulan kalau maksa Rp 200 ribu. Tapi tabungan juga sering terpakai," ujar Irene. 

Karena itu Irene cukup berharap bisa memperoleh BSU. "Merasa terdiskriminasi (karena tak memperoleh BSU). Harusnya merata, karena banyak pekerja yang tidak didaftarkan (sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan) tapi mempunyai kebutuhan," katanya. 

"Seharusnya (BSU) merata untuk masyarakat yang gajinya kurang dari Rp 3,5 juta. Apalagi ini bukan kesalahan pribadi, tapi kantor (karena tak mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan)," tambah Irene. 

Kurniawan (27 tahun), warga Kendal, Jawa Tengah, juga mengaku tidak memperoleh BSU. Hal itu karena dia tak memiliki BPJS Ketenagakerjaan. "Kantor tidak mendaftarkan BPJS Ketenagakerjaan karena saya pekerja lepas tanpa ikatan kontrak," ucapnya. 

Kendati demikian, Kurniawan mengaku telah menjadi pekerja lepas di kantornya selama hampir empat tahun. Penghasilannya sekitar Rp 3 juta per bulan. Kurniawan menggunakan sebagian pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya. 

Karena berstatus sebagai pekerja lepas dan tak memenuhi persyaratan, Kurniawan mafhum tak memperoleh BSU. "Tapi harapan saya sebenarnya (pemberian BSU) merata. Banyak juga teman-teman saya yang enggak dapat. Lebih banyak teman yang tidak dapat dibanding yang dapat," ujarnya. 

Jika memporoleh BSU, Kurniawan mengaku akan menyimpannya. Hal itu karena dia kerap harus mengeluarkan biaya tak terduga.

BSU diketahui turut ditujukan untuk kalangan guru honorer. Ardi (28 tahun) adalah guru honorer di sebuah SD swasta di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Pendapatannya plus tunjangan biasanya tak menyentuh Rp 1,6 juta per bulan. Ardi mengetahui adanya program BSU. Namun dia sudah memastikan tidak akan memperolehnya karena tak memiliki BPJS Ketenagakerjaan. 

"Tidak punya BPJS Ketenagakerjaan. Saya tidak tahu karena tidak menanyakan ke yayasan (mengapa tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan)," kata Ardi. 

Karena masih belum berkeluarga dan tinggal bersama orang tua, Ardi bisa menekan pengeluarannya. Namun dia mengaku akan cukup senang jika bisa memperoleh BSU. Hal itu mengingat saat ini harga-harga kebutuhan mengalami kenaikan.

"Kalau semisal dapat (BSU), mungkin uangnya akan digunakan untuk ditabung sebagai dana darurat," ujar Ardi. 

Sementara itu Rina Dewi Astuti (41 tahun), guru honorer SMA swasta di Kota Boyolali mengaku memiliki akun BPJS Ketenagakerjaan. Rina mengungkapkan, setelah memperoleh informasi terkait adanya BSU, dia segera melakukan pendaftaran. "Saat ini statusnya masih dalam proses validasi," ucapnya. 

Menurut Rina, BSU senilai Rp 600 ribu untuk dua bulan, yakni Juni dan Juli, tergolong kecil. "Rp 600 ribu untuk hidup satu minggu itu belum tentu cukup," kata dia.

Namun karena pendapatannya di bawah satu juta rupiah per bulan, ditambah naiknya harga barang-barang, Rina menilai BSU bisa sedikit meringankan beban pengeluarannya. Apalagi saat ini Rina mempunyai dua anak yang tengah bersekolah di SD dan SMP. 

"Kalau saya dapat BSU, mungkin akan saya gunakan untuk tambahan membayar sekolah anak-anak," kata Rina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement