REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rumah Sakit Premier Bintaro (RSPB) yang berlokasi di Tangerang Selatan mengadakan Media Tour 2025 dan health talk bertajuk "Advanced Treatment for Shoulder Problems" pada Kamis (24/7/2025). Acara yang berlangsung di Hotel Swiss-Belboutique Yogyakarta ini dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai media di Yogyakarta, dengan tujuan memperkenalkan teknologi dan layanan terkini dalam penanganan masalah ortopedi, khususnya bahu.
International Patient and Media Relation RSPB, Katrine membuka sesi dengan menegaskan komitmen rumah sakit terhadap standar pelayanan global. "Rumah sakit kami sudah berstandar internasional. Ini merupakan Joint Commission International, seperti yang bisa dilihat kami sudah mendapatkan akreditasi dari tahun 2011 sampai tahun 2023. Tidak hanya internasional, tentunya secara nasional juga terakreditasi melalui KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) dari mulai tahun 2005 hingga tahun 2025," ujar Katrine, menyoroti rekam jejak akreditasi yang solid.
Ia kemudian memaparkan tujuh Center of Excellence (CoE) atau layanan unggulan RSPB: "Berikut adalah tujuh center of excellence (CoE) yang ada di Rumah Sakit Premier Bintaro. Yang pertama ada Orthosports dan Wellness Center, Spine Center, Orthopedic Center, Vascular Center, Heart Center, Stroke Center, dan Skin and Laser Clinic. Ini merupakan Center of Excellence (CoE) atau layanan-layanan unggulan yang ada di Rumah Sakit Premier Bintaro. Namun, layanan-layanan di Rumah Sakit Premier Bintaro bukan ini saja. Ini merupakan layanan unggulan," katanya.
Dalam paparannya, Katrine merinci layanan unggulan Orthosports sebagai penanganan terpadu dan komprehensif untuk masalah akibat aktivitas olahraga. "Kami memiliki poli OSWC, kami memiliki gym yang biasa kami sebut arena dan biasanya digunakan para atlet yang injury. Jadi setelah ke dokter mereka akan mendapatkan treatment sebelum kembali mereka akan dilayani di arena," jelasnya. Orthopedic Center juga menawarkan subspesialisasi seperti hip and knee, hand surgery, foot and ankle, ortopedi khusus anak, dan ortopedi onkologi.
Puncak presentasi adalah pengenalan Spine Center dengan layanan robotic spine surgery. "Robot ini diberi nama ROBBIN (Robot Bintaro) yang saat ini baru ada dua di Asia Tenggara, salah satunya di Rumah Sakit Premier Bintaro," kata Katrine. Investasi pada ROBBIN didasari oleh keinginan untuk meningkatkan akurasi operasi tulang belakang, meminimalkan radiasi, mengutamakan keselamatan pasien, serta mengurangi komplikasi dan pendarahan. Robot ini terbukti efektif dalam menangani pasien penderita kifosis dan skoliosis.
Untuk memberikan kenyamanan maksimal bagi pasien dari luar kota, RSPB juga menghadirkan berbagai fasilitas pendukung. "Bila nanti akhirnya ada pasien dari luar kota yang akhirnya ingin datang dan berobat ke Rumah Sakit Premier Bintaro, kami bisa menawarkan layanan antar jemput pasien dari bandara ataupun stasiun. Kami akan memberikan upgrade kamar kelas satu tingkat. Dan apabila pasien tersebut akan melakukan tindakan operasi, kita sudah bekerja sama dengan beberapa hotel yang tidak jauh dari rumah sakit kami untuk staycation," tutur Katrine.
Pada sesi health talk, dr Jefri Sukmawan, SpOT, Subsp OBS, menjelaskan evolusi ilmu ortopedi yang kini terbagi menjadi sembilan subspesialisasi. "Ilmu ortopedi yang dulunya dikenal dengan bedah tulang kemudian bedah ortopedi, itu ternyata ada sembilan sub spesialis. Karena ini perkembangan ilmu, kenapa semakin spesifik? Supaya penanganannya lebih detail, hasil dan pemulihannya lebih oke," papar dr Jefri.
Ia menguraikan keluhan bahu yang sering dialami, meliputi dislokasi bahu, kondisi bahu yang lemah atau tidak bisa mengangkat karena urat robek (bukan saraf), bahu kaku (stiffness) karena engsel lengket, deformity (perubahan bentuk), dan clicking (sendi berbunyi), meskipun tidak semua clicking berbahaya.
dr Jefri juga menyoroti persepsi keliru masyarakat awam tentang nyeri bahu. "Apa yang menyebabkan sendi bahu kita sering sakit? Pada umumnya yang sering saya lihat, dari kacamata awam, paling sering menyebutnya keseleo, retak, patah, dan geser. Akhirnya masyarakat awam ke pengobatan tradisional. Kalau pengetahuan tentang masalah bahu kita hanya di lingkup itu, menurut saya ini terlalu minor. Dan saya melihat pengetahuan dan awareness masyarakat awam terlalu rendah, sehingga ini menjadi PR bagi saya," katanya. Ia menambahkan, pengalaman menunjukkan pasien dengan nyeri dan keterbatasan gerak bahu yang rontgennya normal, seringkali menderita robek urat bahu yang hanya terdeteksi melalui pemeriksaan MRI yang lebih detail.