Kamis 07 Aug 2025 22:39 WIB

Soal Bendera One Piece, Rektor UMY: Apa yang Ditakutkan, tak Ada Separatis Hanya Kritik Negara

Pengibaran bendera One Piece tidak bisa serta-merta dilarang.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Nurmandi ikut bersuara terkait fenomena pengibaran bendera One Piece.
Foto: Wulan Intandari/ Republika
Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Nurmandi ikut bersuara terkait fenomena pengibaran bendera One Piece.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Fenomena pengibaran bendera bajak laut dari anime One Piece menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia hingga saat ini masih memicu perdebatan di ruang publik. Sebagian menilai aksi itu sebagai bentuk ekspresi dan kritik sosial, sementara lainnya menganggap pengibaran tersebut tidak pantas karena dinilai merendahkan simbol negara, bendera Merah Putih.

Menanggapi polemik tersebut, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Nurmandi ikut bersuara. Pengibaran bendera One Piece oleh warga ini, kata dia, tidak bisa serta-merta dilarang.

Baca Juga

Nurmandi mengatakan tindakan tersebut merupakan bagian dari kebebasan berekspresi warga negara, namun ia  juga menekankan pentingnya tetap menghormati bendera Merah Putih sebagai simbol negara. Ia mengingatkan pengibaran bendera apa pun tidak boleh disamakan atau disejajarkan dengan bendera nasional.

"Itu hak warga negara, kita tidak bisa melarang orang mengibarkan bendera One Piece," ujar Nurmandi kepada wartawan saat dijumpai Kampus UMY, Rabu (6/8/2025).

"Tetapi harus diingat, kita juga harus menghormati bendera Merah Putih, tidak bisa disandingkan antara One Piece dengan bendera Merah Putih karena itu adalah simbol negara yang harus kita hormati. Kita berdarah-darah mendirikan negara ini 80 tahun yang lalu kan simbolnya Merah Putih," ucapnya tegas.

Nurmandi menilai fenomena ini tidak lepas dari konteks sosial yang sedang berkembang di masyarakat, termasuk ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, lapangan pekerjaan, dan maraknya korupsi. Menurutnya, bentuk kritik melalui simbol-simbol budaya populer seperti bendera anime ini bukanlah ancaman, melainkan suara dari masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.

"Pesan yang disampaikan bendera itu kan sebenarnya protes kondisi sosial ekonomi kita pada saat ini yang disimbolisasi dengan bendera One Piece. Ketidakpuasan kondisi sosial ekonomi, lapangan pekerjaan, kemudian korupsi dan sebagainya," ungkapnya.

"Tidak ada tindakan separatis, ingin memisahkan dari negara. Kan hanya mengkritik kondisi negara saat ini," katanya menambahkan.

Rektor UMY ini kemudian menyoroti pentingnya sikap proporsional dari para pemangku kebijakan. Ia meminta pemerintah untuk tidak bereaksi secara berlebihan terhadap bentuk-bentuk kritik simbolik seperti ini.

"Apa yang harus ditakutkan, tidak ada separatis di situ yang ingin memisahkan negara tidak ada. Kan hanya mengkritik kondisi negara saat ini," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement