Senin 01 Sep 2025 23:54 WIB

LBH Ungkap Ratusan Orang Ditangkap Polisi Semarang Secara Sporadis, dari Anak SD Sampai Disabilitas

Sejumlah korban mengalami depresi, trauma, hingga luka seperti bocor di kepala.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Ratusan orang tua, pada Ahad (31/8/2025), mendatangi Mapolda Jawa Tengah di Kota Semarang untuk menjemput anak mereka yang ditangkap karena diduga melakukan tindakan anarkistis saat mengikuti demonstrasi.
Foto: Kamran Dikarma/Republika
Ratusan orang tua, pada Ahad (31/8/2025), mendatangi Mapolda Jawa Tengah di Kota Semarang untuk menjemput anak mereka yang ditangkap karena diduga melakukan tindakan anarkistis saat mengikuti demonstrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengkritisi label "anarko" yang disematkan Polda Jawa Tengah (Jateng) kepada ratusan orang yang ditangkap karena dituding terlibat kerusuhan dalam demonstrasi di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, pekan lalu. Apalagi LBH menemukan praktik penangkapan acak atau random, bahkan kepada individu-individu yang tak mengikuti unjuk rasa. 

"Framing (anarko) ini kan terus berulang, dari mulai May Day, setelah itu ke aksi yang di (Kabupaten) Pati, kemudian sekarang dipakai lagi oleh Humas Polda. Menurut kami, ini langkah mundur," kata Direktur LBH Semarang Ahmad Syamsuddin Arief ketika diwawancara pada Senin (1/9/2025). 

Baca Juga

Arief menambahkan, jika terdapat indikasi bahwa seseorang melakukan pelanggaran pidana, sebaiknya kepolisian langsung memprosesnya dengan tetap memberikan hak kepada terduga pelaku, terutama terkait akses bantuan hukum. "Jadi jangan kemudian membuat framing bahwa mereka ini sebagai perusuh, sebagai anarko, yang kemudian itu semakin menjauhkan dari hal-hal yang substansi," ucapnya. 

Dia menjelaskan, saat aksi demonstrasi digelar di depan Mapolda Jateng pada 29-30 Agustus 2025 lalu, terdapat serangkaian aksi penangkapan. Menurut Arief, pada Jumat, 29 Agustus 2025, jajaran Polda Jateng dan Polrestabes Semarang menangkap 45 orang. Namun ke-45 orang tersebut kemudian dibebaskan pada Sabtu (30/8/2025) dini hari. 

"Penangkapan yang kedua ada kurang lebih 10 orang. Ini kita tidak tahu mereka posisinya ada di mana, kemudian statusnya sebagai apa," kata Arief. 

Arief mengungkapkan, sejak dini hari tanggal 30 Agustus 2025, personel Polda Jateng juga melakukan penyisiran acak di sekitar Jalan Pahlawan. "Sweeping makin random yang dilakukan polisi. Pokoknya setiap orang yang mencurigakan, anak muda, semua diambil," ucapnya. 

"Setiap orang yang lewat Jalan Pahlawan dan mencurigakan, pasti akan langsung ditendang motornya, kemudian dia akan dipiting, lalu dibawa ke dalam Polda," tambah Arief seraya menekanan video penangkapan acak oleh personel Polda Jateng telah beredar di media sosial. 

Arief mengatakan, menurut catatan LBH Semarang, dari proses penangkapan acak pada dini hari hingga siang hari tanggal 30 Agustus 2025, Polda Jateng menangkap setidaknya 475 orang. Di dalamnya termasuk anak-anak, bahkan yang masih di tingkat sekolah dasar (SD).

"Kemarin tanggal 31 (Agustus 2025) kita melakukan pendampingan. Jadi ada 325 orang yang dibebaskan. Ini juga random; ada anak-anak, perempuan, disabilitas, semuanya masuk di situ," kata Arief. 

Menurut Arief, anak yang masih siswa SD mengalami depresi akibat penangkapan. "Dia menangis, kemudian dia linglung, lalu di jalan-jalan seperti itu. Kondisinya cukup memprihatinkan," ujarnya. 

Dia mengatakan, sejumlah orang yang dibebaskan juga mengalami luka memar di bagian-bagian tubuhnya. Karena penangkapannya bersifat acak, LBH Semarang dan Tim Hukum Suara Aksi sempat membuka posko bantuan di depan Mapolda Jateng. 

"Di situ kita mendapatkan informasi bahwa kesemuanya, yang anak-anak, disabilitas, perempuan, mereka ditangkap secara sporadis. Tidak ada alasan, bahkan mereka tidak ikut dalam aksi," ucap Arief.

Menurut Arief, jumlah individu yang ditangkap secara acak berjumlah sekitar 400 orang. Namun dia belum mendata berapa banyak di antara mereka yang merupakan korban salah tangkap. 

Arief mengatakan, berdasarkan catatan LBH Semarang, terdapat lebih dari 100 orang yang masih belum diketahui kondisinya. "Kita tidak tahu, maksudnya mereka ini ditahan di Polda atau Polrestabes. Kita enggak tahu status mereka seperti apa, apakah mereka mendapatkan layanan sebagaimana mestinya, kita enggak tahu," ujarnya. 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika DIY Jateng & Jatim (@republikajogja)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement