Rabu 10 Sep 2025 13:52 WIB

Bahas Kepemimpinan di Era Digital, UAJY Hadirkan Ganjar Pranowo

Orang yang tidak kreatif, inovatif, dan adaptif akan terjerembab menghadapi perubahan

Rep: Juli Suhaidi/Maruka Bauw/ Red: Fernan Rahadi
Ganjar Pranowo (tengah, rambut putih) berfoto bersama setelah mengisi seminar kepemimpinan di era digital di Universitas Atmajaya Yogyakarta, Senin (8/9/2025)
Foto: Maruka Bauw
Ganjar Pranowo (tengah, rambut putih) berfoto bersama setelah mengisi seminar kepemimpinan di era digital di Universitas Atmajaya Yogyakarta, Senin (8/9/2025)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) menghadirkan Ganjar Pranowo sebagai narasumber seminar 'Strategic Leadership and Innovation in the Digital Ecosystem' di Gedung Teresia UAJY, Senin (8/9/2025).

Seminar ini diselenggarakan oleh Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UAJY dan dipandu oleh Vita N.P. Astuti, dosen Ilmu Komunikasi UAJY. Dalam kesempatan tersebut, Ganjar Pranowo membahas persoalan kepemimpinan di era digital yang berubah begitu cepat.

Sebagai mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar mengaku telah menghadapi berbagai tantangan kepemimpinan. Ia menyebut pemimpin dilegitimasi oleh penilaian publik terhadap dirinya. Baginya pemimpin itu akan diuji oleh khalayak apakah layak untuk dipercayai atau sebaliknya. Publik akan marah ketika pemimpin tidak seperti yang diharapkan.

Sembari berkelakar, Ganjar memberi contoh bagaimana rakyat menjadi marah akibat viralnya komentar 'tolol' dan joget-joget yang dilakukan oleh anggota parlemen. Oleh sebab itu, sebagai strategi komunikasi, calon pemimpin mesti memahami khalayak yang ia pimpin.

"Dalam konteks komunikasi, (seharusnya) bisa gunakan istilah lain. Daripada mengatakan 'tolol kamu!' sebenarnya, kan, bisa katakan 'kami tidak sempurna'. Maka ketika menjadi pemimpin kita harus bisa memahami situasi yang dipimpin. Seorang pemimpin harus bisa mewakili semuanya," jelas Ganjar.

Ganjar kemudian memaparkan tantangan kepemimpinan generasi muda di era derasnya arus informasi digital seperti sekarang. Politisi PDI-P tersebut menilai orang-orang telah terjerat dengan teknologi dan tidak memiliki kemampuan untuk menyaring informasi yang beredar.

“Seberapa kuat Anda mempengaruhi atau seberapa kuat Anda dipengaruhi?" ujarnya kepada audiens.

Ganjar menyebut media sosial memiliki algoritma yang mampu melakukan framing melalui opini yang muncul berulang-ulang. Menurutnya, opini tidak lagi bersifat alami dari masyarakat sehingga untuk mencegahnya perlu upaya kritis dengan literasi digital. Ia memberi contoh bagaimana Sri Mulyani, mantan Menteri Keuangan, di-framing dengan sebuah video hoaks rekaan kecerdasan buatan.

“Dalam konteks digital suka tidak suka teman-teman akan dipaksa dalam sistem ini. Tapi ingat, teknologi hanya menyediakan jawaban, tapi tidak pernah memberikan pertanyaan. Ujian kita adalah memberikan mengedukasi diri kita menjadi kritis, analitis," kata Ganjar.

Lanjutnya, orang yang tidak kreatif, inovatif, dan adaptif akan terjerembab menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. Adaptasi perkembangan digital tersebut, tutur Ganjar, antara lain kemampuan menangani risiko digital, belajar dan eksperimen, membangun teknologi yang bernilai bisnis, visioner, dan adaptif.

Ganjar kemudian menyitir Satya Nadella, CEO perusahaan teknologi Microsoft. Ia menyebut ciri pemimpin yang mampu bertahan di era digital adalah yang memiliki rasa ingin tahu, mau menerima feedback, tidak takut gagal, konsisten berkembang, dan rendah hati secara intelektual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement