REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Para pelaku bisnis pengolahan dan budidaya produk perikanan Indonesia menyayangkan langkah pemerintah yang membebaskan peredaran produk udang yang diolah di pabrik yang tercemar radioaktif Cesium-137 (Cs-137) milik PT Bahari Makmur Sejati (BMS). Kebijakan ini dilakukan Pemerintah setelah menerbitkan Sertifikat Pelepasan produk tersebut dari Badan Karantina Indonesia (Baratin).
Dengan sertifikat itu, menunjukkan produk udang tersebut layak dan aman untuk dikonsumsi. “Kami mengingatkan bahwa ada konsekuensi dari kebijakan tersebut, baik dari sisi ekonomi, dalam hal ini peluang ekspor ke global, maupun dari di sisi kesehatan,” ujar Saut Hutagalung, Juru Bicara Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) dalam keterangannya, Kamis (18/9/2025).
Menurut Saut, keputusan pemerintah akan mengirimkan sinyal negatif ke pasar udang global. Dampaknya, kata dia, pada kegiatan ekspor produk perikanan Indonesia khususnya udang ke pasar global, termasuk Amerika Serikat.
“Pasar global akan menyoroti bagaimana Pemerintah Indonesia sangat longgar terhadap produk-produk perikanan yang diolah di fasilitas yang tercemar radioaktif Cesium-137 dengan menyatakan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi. Ini tentu akan jadi sorotan tajam,” ujarnya.
Sorotan tajam tak lepas dari kasus pencekalan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang mengumumkan penarikan (recall) terhadap produk udang beku produksi BMS menggunakan merek Great Value yang dijual Walmart, dan dalam berbagai merek lain. Produk tersebut dipasok PT BMS Foods dari Indonesia dan terdeteksi mengandung isotop radioaktif Cesium-137.
Pihak FDA bersikukuh tak bisa menjual produk tersebut bukan sekadar udang yang tercemar Cesium-137. namun lebih parah lagi, FDA menuding, lokasi atau pabrik pemrosesan udang itulah yang sudah tercemar radio aktif. Tak soal meski temuan di udang itu sendiri masih jauh dari ambang batas tak layak konsumsi.
Terkait kasus tersebut, Pemerintah memastikan penanganan cepat, terukur, dan transparan atas kasus penolakan produk udang Indonesia di Amerika Serikat yang terdeteksi mengandung cemaran radioaktif Cesium-137, dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 dan Kesehatan pada Masyarakat Berisiko Terdampak. Satgas ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan dan melibatkan para menteri terkait.
Sebagaimana diketahui, sejak 2 September 2025 terdapat 18 kontainer produk udang yang dipulangkan dalam perjalanan ekspor (Return on Board - RoB) ke Amerika Serikat milik PT. Bahari Makmur Sejati (PT. BMS) yang telah tiba kembali di Indonesia dan langsung dilakukan penanganan dan pemeriksaan komprehensif oleh tim gabungan dari Bea dan Cukai, Badan Karantina Indonesia (Barantin), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan KKP serta instansi terkait pelabuhan.
Dari hasil pengujian mutu dan kadar radioaktif Cesium-137, menunjukkan produk udang tidak terdeteksi radioaktif Cesium-137, sehingga diterbitkan Sertifikat Pelepasan oleh Barantin. Seharusnya Pemerintah Indonesia terbuka terhadap proses investigasi dan pengujiannya. Bukan hanya data kualitatif saja yang ditampilkan, tapi juga data kuantitatif sehingga masyarakat benar-benar mengetahui hasilnya secara terbuka dan transparan.
Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat. Meski ada ambang batas cemaran produk perikanan di angka 1200, namun Pemerintah Amerika Serikat sangat zero tolerance. Artinya, jika sebuah produk terdeteksi mengandung cemaran radioaktif, pasti akan ditolak seluruh produk dari fasilitas pengolahan tersebut.
Di Indonesia, juga telah ditetapkan ambang batas di angka 500. Harusnya Pemeritah Indonesia juga menerapkan zero tolerance dengan memusnakan produk udang tercemar radioaktif Cesium-137 tersebut. Tidak justru mengijinkan dijual-belikan di pasar lokal atau bahkan direpackaging untuk di ekspor kembali.
“Jika hal tersebut diketahui oleh FDA, bisa-bisa ekspor udang dari Indonesia bisa di blokir di pasar global. Jika pasar ekspor udang Indonesia sudah diisi oleh Negara lain, maka akan sulit untuk memperolehnya lagi. Jangan sampai kepercayaan pasar global terhadap Indonesia hilang akibat longgarnya kebijakan penanganan produk yang tercemar,” keluh Saut.
Tentu hal ini sangat disayangkan mengingat industri udang merupakan sektor strategis nasional. Industri ini menyerap ribuan tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor Indonesia.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, volume ekspor udang Indonesia pada 2024 mencapai 214,58 ribu ton dengan nilai mencapai 1,68 miliar dolar AS. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara eksportir udang terbesar kelima di dunia, setelah Ekuador, India, Vietnam, dan Tiongkok. Amerika Serikat sendiri menjadi pasar utama dari komoditas ini.