REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pascakolonialisme, perkembangan ilmu pemerintahan di Indonesia diwarnai dengan pengaruh nilai-nilai kolonialisme, developmentalisme, dan neoliberalisme. Ilmu pemerintahan yang berkembang saat ini jauh dari nilai-nilai sistem pemerintahan Indonesia yang sudah mengenal sistem pemerintahan Majapahit, Sriwijaya, dan Mataram.
Menurut Ketua STPMD APMD, Sutoro Eko Yunanto, ilmu pemerintahan yang berkembang di Indonesia dipengaruhi oleh Mazhab Eropa kontinental dan Anglo Saxon. "Mazhab Eropa kontinental mempersepsi ilmu pemerintah identik dengan birokrasi. Sementara itu Mazhab Anglo Saxon mempersepsi ilmu pemerintahan bagian dari ilmu politik (administrasi negara). Ironinya para ilmuwan politik dan pemerintahan menerima nilai-nilai tersebut tanpa mempertanyakan atau mengkritisnya," kata Sutoro saat acara Webinar Nasional #1 dengan topik "Membingkai Ulang Ilmu Pemerintahan", Rabu (17/2).
Acara yang diselenggarakan STPMD APMD bekerja sama dengan Kesatuan Program Studi Ilmu Pemerintahan Indonesia (KAPSIPI) dan Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) dan diikuti sebanyak 268 dosen dan mahasiswa Ilmu Pemerintahan dari seluruh Indonesia. Ketua panitia, Guno Tri Tjahjoko, mengatakan tujuan webinar ini ialah mencari masukan untuk membingkai ulang Ilmu Pemerintahan yang khas Indonesia yang berpihak pada rakyat dan desa.
Sementara itu, dalam paparannya, Guru Besar FISIP Universitas Padjajaran, Prof Utang Suwaryo mengungkapkan Indonesia bisa menciptakan mazhab sendiri yang berbeda. "Dan itu dalam dunia ilmu merupakan suatu hal yang wajar, karena ilmu lahir dari pemikiran dan penelitian tentang dunia empiris. Dengan demikian pola pikir kita tidak tergantung, tidak terpaku, atau didikte oleh kubu atau mazhab yang ada," kata Ketua Umum KAPSIPI ini.
Selaras dengan hal tersebut, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Titin Purwaningsih menyampaikan tentang Ilmu Pemerintahan dari Perspektif Anglo Saxon. Ia memaparkan kaitan antara Ilmu Pemerintahan dengan Administrasi Negara.
"Ilmu Pemerintahan dianggap sebagai Ilmu Administrasi Negara. Dalam struktur pemerintahan, terdapat pemimpin dan staf. Secara umum, banyak muncul School of Government, namun kajiannya lebih ke administrasi publik daripada ilmu pemerintahan," katanya.
Adapun Guru Besar Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, Prof Purwo Santoso menyatakan membingkai ulang Ilmu Pemerintahan dimulai dari governance and policy making yang memiliki kekhasan cara memaknai dan menggeluti kebijakan. "Hal ini terfokus pada interaksi kontekstual dalam menggeluti isu tertentu. Perjalanan dari decision making kemudian policy making menuju metapolicy making. Governance sebagai metapolicy (kebijakan tentang kebijakan-Red)," ujarnya.