REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Provinsi Jawa Tengah sudah waktunya memiliki relawan siaga kebencanaan di tingkat rukun tetangga (RT). Hal ini dipandang perlu sebagai salah satu upaya mitigasi terhadap potensi bencana hidrometerologi.
Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jateng, Yudi Indras Wiendarto mengungkapkan, sejak akhir 2020 hingga saat ini telah terjadi ratusan bencana alam, di berbagai daerah di provinsi setempat. Berkaitan dengan fenomena perubahan iklim serta cuaca ekstrim, bencana alam yang terjadi itu kerap didominasi oleh berbagai bencana hidrometerologi.
"Bencana hidrometerologi di Jateng cukup menonjol dan bahkan hingga saat ini juga masih terus mengancam," ungkapnya, di Semarang, Sabtu (27/2).
BPBD Provinsi Jateng, lanjutnya, juga mencatat, pada Oktober hingga Desember 2020, terjadi 704 bencana alam. Sebanyak 148 kejadian merupakan banjir bandang dan 154 kejadian angin ribut yang menimbulkan kerusakan.
Selain itu juga 138 kejadian tanah longsor zerta enam kali bencana gelombang pasang. Sedangkan per Januari hingga 25 Februari 2021, terjadi 581 bencana alam hingga mengakibatkan kerusakan infrastruktur, bahkan juga menimbulkan korban jiwa.
Menyusul cuaca ekstrim baru-baru ini, banjir bandang juga melanda sejumlah daerah di kawasan pantura Jateng. Mulai dari Pekalongan, Batang, Kota Semarang, Demak, Kudus, hingga Pati. Belum lagi tanah longsor dan angin ribut.
"Melihat besarnya potensi bencana alam di wilayah Jawa Tengah tersebut, maka, perlu dibentuk relawan bencana hingga di level (lingkungan) RT, guna mengantisipasi kebutuhan penanganan bencana," jelas legislator Partai Gerindra ini.
Ia juga menjelaskan berbagai bencana hidrometeorologi selama ini jamak disebabkan oleh cuaca ekstrim. Tidak hanya di Jateng, tetapi juga juga di sejumlah wilayah di Indonesia.
Untuk menyikapi hal tersebut, lanjut dia, maka harus dilakukan upaya-upaya nyata sebagai antisipasi. Khususnya untuk mencegah korban jiwa maupun korban materil yang besar.
Keterlibatan potensi masyarakat dari struktur lingkungan terkecil seperti RT, menjadi sangat penting. "Maka saya berpendapat perlunya dibentuk tim relawan bencana di tiap-tiap lingkungan RT," lanjutnya.
Menurut dia, tim tersebut harus dibekali dengan pelatihan kemampuan menghadapi situasi bencana alam. Siapa warga yang mesti diselamatkan, di mana titik kumpul yang aman, dan mekanisme darurat hingga penanganan pasca bencana.
"Kemampuan yang dimiliki tersebut tentunya juga harus disinergikan dengan komponen maupun instansi terkait, yang berkompeten dalam mengurus berbagai persoalan kebencanaan," jelasnya.
Di lain pihak, lanjut Yudi, saat ini masih banyak warga yang tidak sadar jika mereka tinggal di wilayah rawan bencana. Tak terkecuali warga di Kota Semarang.
Jika dilihat dari geografisnya, wilayah Kota Semarang memiliki potensi bencana alam banjir, rob, dan tanah longsor. Maka, dengan semakin banyak relawan tanggap bencana di tiap RT akan memudahkan upaya mitigasi.
Selain itu, bencana alam yang terjadi saat ini, juga merupakan salah satu konsekuensi dari adanya pembangunan yang kurang memerhatikan daya dukung lingkungan. "Maka pada saat yang sama Pemerintah juga harus mengkaji lagi setiap perizinan dengan tidak terlalu mudah untuk memberikan izin pembangunan yang mengabaikan keseimbangan lingkungan," kata dia.