Selasa 16 Mar 2021 18:32 WIB

Pemanfaatan Teknologi GIS Dinilai Untungkan Pemerintah

Teknologi GIS juga menjawab kebutuhan akan informasi dari hulu ke hilir migas.

 Chief Industry Solution Officer Esri Indonesia, Cahyo Nugroho.
Foto: dokpri
Chief Industry Solution Officer Esri Indonesia, Cahyo Nugroho.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanfaatan teknologi sistem informasi geografis atau Geographic Information System (GIS) dinilai menguntungkan pemerintah Indonesia, terutama terkait target Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) untuk mengejar target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) atau setara 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) pada tahun 2030.

"Tentunya dalam hal ini yang diuntungkan adalah pemerintah, karena dengan pemanfaatan GIS maka akan semakin banyak eksplorasi (minyak) di Indonesia. Tanpa banyak eksplorasi maka akan sulit menargetkan 1 juta barel per hari," tutur Chief Industry Solution Officer Esri Indonesia, Cahyo Nugroho, saat wawancara daring dengan Republika, Kamis (16/3).

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 128 cekungan migas di mana baru 20 di antaranya yang sudah berproduksi. Sedangkan 27 lainnya telah ditemukan namun belum berproduksi, 13 belum ditemukan, dan 68 belum dilakukan pemboran. Oleh karena itu, prospek eksplorasi migas di Indonesia masih sangat besar.

"Pemerintah akan terbantu. Harapannya industri migas lebih terbuka dalam open data dan open access terkait regulasi pemerintah karena GIS ini akan sangat membantu," kata Cahyo.

Menurut Cahyo, sejauh ini pemakaian teknologi di industri migas sudah sangat optimal. Hanya saja ketika masuk ke ranah negara, terdapat sejumlah restriksi mengingat terdapat kerahasiaan negara yang harus dilindungi. "Di sisi lain SKK Migas membutuhkan informasi yang komprehensif yang seharusnya diberikan akses atas informasi tersebut. Hal ini bisa menjadi peluang pemerintah mengundang investor (migas)," kata alumnus Ilmu Geodesi ITB itu.

Cahyo menjabarkan, selain bermanfaat dalam fase eksplorasi migas, teknologi GIS juga menjawab kebutuhan informasi dari hulu ke hilir terkait migas mulai dari new venture, hingga fase pengembangan dan fase produksi. "Dengan memanfaatkan teknologi GIS, maka para investor bisa meningkatkan succes ratio, mengambil keputusan yang tepat, dan meminimalisir risiko," katanya.

Cahyo juga memastikan teknologi GIS yang dimiliki Esri, yakni ArcGIS, merupakan platform yang komprehensif karena di antaranya mengintegrasikan banyak teknologi seperti open access, cloud competing, real time tracking, advance spatial analytics, apps, serta geo AI dan machine learning. "Software ini juga sudah memiliki sistem keamanan yang diakui internasional sehingga tidak akan mudah diretas ataupun diotak-atik sembarangan," katanya.

Terkait komitmen Esri Indonesia untuk berinvestasi ke sektor migas, hal itu disebabkan karena perusahaan tersebut melihat sektor ini sebagai penunjang akselerator pembangunan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19. "Kalau industri migas sudah terakselerasi maka dipastikan akan ada multiplier effect yang nantinya akan meningkatkan pendapatan negara dan menghidupkan kembali kegiatan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Selain melayani sektor migas, Esri juga melayani sektor lainnya dengan total lebih dari 3.000 perusahaan baik swasta maupun pemerintah serta memiliki 80 distributor internasional di 220 negara.  Esri juga sangat mendukung aktivitas-aktivitas yang sifatnya humanis salah satunya berbentuk peluncuran Geoportal Covid-19 untuk membantu pemerintah daerah mengambil tindakan pencegahan terhadap penyebaran Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement