REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak ada yang bisa memungkiri jika pendidikan agama adalah ruh penting dalam dunia pendidikan. Tidak mungkin pendidikan agama akan digantikan apalagi dibuang dalam grand design pendidikan bangsa ini. Ini sejalan dengan pendidikan karakter yang menjadi prioritas pendidikan nasional yang salah satunya bersumber dari pendidikan agama.
Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Prof Siti Musdah Mulia mengatakan, tidak bisa dibuangnya pendidikan agama dari kurikulum pendidikan di Tanah Air ini dikarenakan bangsa Indonesia ini sejak awal sudah menyebut sebagai bangsa yang religius.
"Oleh karena itu menghilangkan kata agama itu tentunya sangat sensitif. Daripada kita melakukannya secara frontal, jangan dibuang agamanya. Kita punya organisasi seperti NU (Nahdlatul Ulama) ,Muhammadiyah, dan ormas keagaaan lainnya yang bagus dalam memahami agama,” ujar Siti Musdah Mulia di Jakarta, Jumat (19/3).
Menurutnya, sekarang ini tinggal bagaimana memperkuat pemahaman agama ini agar agama itu tidak hanya aspek-aspek simbolistiknya dan juga bukan pada aspek legal formalnya saja yang dipelajari, melainkan pada aspek nilai-nilai.
Ia mengungkapkan bahwa beberapa pimpinan ormas keagamaan seperti Ketua Umum Pengurus Pusat Muhamadiyah, Haedar Nashir dan Ketua Umum Pengurus Besar NU, Said Aqil Siroj selalu mengatakan bahwa agama itu harus ditekankan pada nilai-nilai.
"Yang ditanamkan adalah nilai-nilainya seperti bagaimana dia menghormati orang tua, menghormati sesama manusia termasuk yang berbeda agama dan juga menghormati kelompok disabilitas, termasuk jangan mengambil yang bukan haknya, tidak boleh korupsi atau melakukan pungli. Semua itu adalah moralitas. Karena itulah intisari dari pendidikan agama itu agar bisa menjadi manusia yang memanusiakan antarsesama," tuturnya
Ia tidak bisa membayangkan jika bangsa ini tidak ada pendidikan agama, karena itu bisa menimbulkan chaos atau kekacauan. Bila tidak ada nilai-nilai yang diajarkan sehingga bukan tidak mungkin semua agama bisa ‘mengamuk’. Apalagi ada satu fase yang tidak bisa dilupakan bahwa seluruh agama tumbuh dan berkembang di Indonesia itu sudah sejak lama.
"Karena itu tidak bisa juga bangsa Indonesia itu mengembangkan pembangunannya tanpa adanya nilai-nilai religiusitas. Tetapi kemudian yang kita inginkan dalam pengembangan nilai-nilai religiusitas itu bukan pada aspek-aspek formal ataupun simbolistiknya yang bisa menyebabkan orang bertengkar juga satu sama lainnya karena saling memperebutkan simbol-simbol tersebut," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Musdah juga mengatakan bahwa dalam menumbuhkan akhlak mulia melalui pendidikan agama di lembaga pendidikan dirinya berkaca pada model pendidikan di beberapa negara maju. Contohnya dari PAUD bahkan sampai kelas 3 SD anak-anak belum diajarkan baca, tulis dan berhitung (calistung) tetapi anak-anak lebih diajarkan tentang pentingnya disiplin misalnya dalam berlalu lintas.
"Karena akhlak mulia itu berasal dari situ, bagaimana kita berhati-hati dan bisa menghargai orang lain. Jadi kita harus saling menghargai, karena akhlak mulia itu dimulai dengan penghargaannya terhadap orang lain,” tutur wanita kelahiran Bone, 3 Maret 1958 itu.
Lebih lanjut Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut bahwa pendidikan keluarga itu juga penting. Sehingga orang tua harus belajar juga bagaimana menjadi bapak dan Ibu yang baik. Karena namanya akhlak mulia harus dimulai dari pendidikan di keluarga.