REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 56 persen konten media sosial yang terjaring patroli polisi virtual pada periode 23 Februari sampai 19 Maret 2021 mendapat teguran. Polisi menjaring 189 konten pada periode tersebut, 105 konten media sosial yang mendapatkan teguran.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, kepolisian melibatkan analisa ahli untuk menguji 189 konten media sosial yang dianggap berpotensi melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang terkait ujaran kebencian. Hasilnya, 105 media sosial konten lolos verifikasi atau memenuhi unsur ujaran kebencian.
"Sedangkan 52 tidak lolos verifikasi, dan 32 konten dalam proses verifikasi," kata Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/3).
Ahmad Ramadhan mengatakan, polisi berharap patroli dan teguran polisi virtual ini dapat mengedukasi masyarakat dalam bermedia sosial.
Sebelumnya, Ramadhan juga menegaskan virtual police tidak menyasar atau mengawasi konten WhatsApp. Sebab, konten WhatsApp merupakan area privat atau area pribadi.
Kendati demikian, tindak pidana di WhatsApp masih dapat diproses hukum dengan ketentuan tersendiri. "Perlu dipahami platform media WhatsApp atau WA merupakan area privat atau ranah pribadi dan virtual Police tidak masuk ke ranah tersebut," kata Ramadhan.
Namun, kata Ramadhan, konten WhatsApp yang berisi dugaan tindak pidana atau bentuk pelanggaran lainnya dapat diproses hukum. Jika ada laporan dari masyarakat terkait dugaan pidana maka Polri akan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan.
Ia menjelaskan bentuk laporan dari masyarakat untuk konten WhatsApp, yakni tangkapan layar dari salah satu anggota grup yang melaporkan. "Sehingga setelah saya sampaikan ini jangan sampai ada anggapan bahwa WA grup merupakan tujuan dari patroli siber atau virtual polisi," kata Ramadhan.