REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Bahasa DIY menangani puluhan masalah hukum terkait bahasa tiap tahunnya. Peneliti Bahasa, Balai Bahasa DIY, Restu Sukesti mengatakan, permasalahan tersebut rata-rata dilakukan dengan perantara media sosial.
"Banyak sekali (ditemukan kasus) dengan bukti selama hampir 15 tahun Balai Bahasa itu bekerja sama dengan kepolisian, Polda sampai Polsek bahkan membantu sampai ke Mabes (Polri) itu perkara hukum terkait bahasa," kata Restu saat ditemui di sela-sela Sosialisasi Layanan Bahasa dalam Hukum di Kota Yogyakarta, di Horison Ultima Riss, Rabu (31/3).
Restu menuturkan, rata-rata kasus hukum terkait bahasa yang ditemukan di DIY mencapai 25 sampai 30 kasus tiap tahunnya. WhatsApp, Facebook, Twitter hingga Instagram menjadi media perantara yang banyak digunakan. "Kebanyakan (kasus-kasus yang ditangani lewat perantara) Whatsapp," ujarnya.
Kasus yang diangkat sebagian besarnya karena ketidaksantunan berbahasa lewat media sosial. Dari puluhan kasus tersebut, pengancaman, pencemaran nama baik, dan penghinaan menjadi kasus terbanyak yang ditemukan.
"Ini hanya emosi sesaat membuat kata-kata kotor (terlontarkan) kepada orang lain, tapi kan lewat medsos dan semua orang tahu. Hanya masalah tata penggunaan bahasa ternyata bisa masuk ranah hukum karena ada yang dirugikan dan ada undang-undangnya," jelas Restu.
Berdasarkan usia, kasus yang banyak ditemukan memang beragam di DIY. Namun, pihaknya belum menemukan adanya kasus terkait bahasa dan hukum yang dilakukan oleh pelajar. "Kebetulan jarang yang remaja, tapi sudah berumur di atas 20-an. Artinya bukan pelajar yang kami tangani, di tempat kami sampai saat ini tidak ada pelajar," katanya.
Walaupun begitu, katanya, dari puluhan kasus tersebut tidak semua kasus yang sampai ke persidangan. Sebab, mediasi terhadap pelapor dan terlapor juga menjadi hal penting dilakukan.
Ia menyebut, kasus yang masuk ke persidangan bahkan tidak sampai 50 persen. Berbeda dengan tindak pidana kriminal seperti pembunuhan, pencurian hingga korupsi yang sampai ke persidangan. "Semangatnya untuk kasus-kasus (bahasa dan hukum) seperti ini mediasi, karena ini delik aduan. Dari 30 kasus yang kami tangani belum tentu ke persidangan karena sudah dimediasi dan pelapor mencabut kan," katanya menambahkan.
Terkait sosialisasi layanan bahasa dalam ranah hukum, Balai Bahasa DIY menggelar sosialisasi selama tiga hari. Sosialisasi sudah digelar sejak 30 Maret lalu dan berakhir 1 April 2021 ini.
Anggota panitia sosialisasi, Joni Endardi mengatakan, sosialisasi tersebut menghadirkan perwakilan dari 35 lembaga yang terkait dalam bahasa dan hukum. Termasuk perwakilan dari civitas akademik hingga awak media. "Sosialisasi diharapkan dapat sebagai wadah komunikasi antarlembaga yang menangani kasus hukum yang berkaitan dengan penggunaan bahasa," kata Joni.