REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI, Lamijo menilai, Vietnam merupakan salah satu negara yang mampu mengelola dan menangani pandemi covid. Serta, mampu secara cepat bangkit dari keterpurukan yang diakibatkan pandemi.
Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Vietnam pada 2020 yang masih di angka positif yaitu 2,91 persen. Vietnam sendiri menganut single party yang dalam membuat kebijakan diambil oleh pemerintah dengan lebih cepat dan efisien.
Kebijakan mereka saling bersinergi antara sekjen, perdana menteri dan presiden. Selain itu, kebijakan yang keluarkan dengan cepat diketahui masyarakat Vietnam secara luas memakai pengeras suara mempublikasi informasi dari pusat ke daerah.
Selain itu, Vietnam mengatasi pandemi dengan beberapa cara yaitu sistem yang kuat dan memiliki peta biru dalam penanganan. Lalu, melakukan tracing secara masif, lockdown secara ketat, penerapan teknologi dalam penyebaran informasi.
"Vietnam terdepan membuat petunjuk penanganan awal mula pandemi. Hal itu karena Vietnam belajar dari pengalaman penanganan virus seperti SARS dan flu burung," kata Lamijo dalam kajian yang digelar Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Amikom Yogyakarta dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jumat (23/4).
Dosen Prodi Ekonomi Amikom Yogyakarta, Atika Fatimah menuturkan, ekonomi Vietnam dibangkitkan lewat liberalisasi perdagangan. Memangkas tarif ekspor dan impor, dan investasi asing yang masuk cukup besar, sehingga mendorong sektor riil.
Nilai tukar Vietnam cukup stabil, subsidi listrik industri, investasi pendidikan dan investasi infrastruktur, terutama internet cukup memadai. Vietnam fokus ke peningkatan ekspor dan investasi, menguasai peluang pasar terutama pasar Eropa.
Dalam industri tekstil, Vietnam bergabung dengan Global Value Chain (GVC) dan mendapat dukungan pemerintah dalam negeri yang kuat. Biaya produksi tekstil di Vietnam cukup rendah dikarenakan bahan baku tekstil diproduksi di dalam negeri.
"Industri manufaktur Vietnam berkembang pesat dengan adanya pabrik kedua Samsung yang memproduksi ponsel, tablet dan saat pandemi terjadi peningkatan produksi. Vietnam kini mengembangkan sumber energi terbarukan geothermal," ujar Atika.
Dosen Prodi Kewirausahaan Amikom, Laksmindra Saptyawati menambahkan, Vietnam bahkan masih jadi pengekspor kopi terbesar kedua setelah Brazil. Mereka sukses menyalip Indonesia lewat 90 persen produksi kopi robusta, menguasai pasar Eripa.
"Produktivitas kebun kopi Vietnam yang tinggi jadi kunci negara komunis tersebut menggeser posisi Indonesia, walaupun secara luasan lahan kedua negara tersebut tidak jauh berbeda," kata Laksmindra.
Dosen Prodi Hubungan Internasional Amikom, Seftina Kuswardini melihat, Indonesia bisa mempelajari kebangkitan dari sisi ekonomi, teknologi, reformasi politik dan lain-lain. Kebijakan Vietnam bisa jadi acuan pengambilan kebijakan yang tepat.
"Indonesia perlu melihat Vietnam pentingnya investor asing dan peningkatan komoditas ekspor dalam iklim perdagangan global, sehingga tidak bergantung kepada negara lain," ujar Seftina.