REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Keberadaan daging ayam yang dihasilkan bukan dari ternak ayam hidup atau dari sel hidup yang ditumbuhkan di laboratorium masih menuai pro dan kontra. Terutama, bagi umat Islam soal halal dan haram daging tersebut.
Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono mengatakan, perlu diketahui dari mana sel yang ditumbuhkan sebagai asal muasal daging buatan itu. Dari sel jaringan hewan yang masih hidup atau telah mati.
"Jika berasal dari jaringan hewan yang masih hidup, maka statusnya adalah haram karena dia adalah bangkai, karena setiap bagian tubuh binatang yang terpotong ketika hewannya masih hidup maka dia adalah bangkai," kata Nanung, Senin (25/4).
Ini diterangkan Rasulullah SAW, bagian tubuh hewan ternak yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka dia adalah bangkai (HR Ibnu Majah dan HR Abu Dawud). Lalu, perlu diketahui cara mematikannya apakah secara syar'i atau tidak syar'i.
"Jika matinya bukan karena disembelih secara syar'i, maka statusnya dagingnya adalah haram," ujar Nanung.
Kemudian, jika daging buatan tersebut ditumbuhkan dari sel hewan yang matinya karena disembelih secara syar'i, maka ada pertanyaan yang lebih mendasar lagi. Bisakah jaringan mati diambil selnya, lalu selnya dikulturkan dan dihidupkan.
Jawabannya, kata Nanung, bisa. Namun, sel tersebut tidak dapat tumbuh. Sebab, tidak ada teknologi di dunia ini yang mampu menghidupkan sel dari jaringan hewan mati, dan hanya Allah SWT yang memiliki kemampuan menghidupkan sebuah sel hewan.
"Dari ketiga alasan di atas nampaknya tertutup kemungkinan untuk bisa menyatakan daging buatan yang ditumbuhkan dari sel hewan statusnya adalah halal dikonsumi umat Islam. Dengan kata lain, daging buatan tersebut hukumnya adalah haram," kata Nanung.