REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pada 2023 mendatang Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN. Karenanya, akan menjadi tantangan tersendiri selama berlangsungnya pandemi, transformasi ekonomi digital, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat.
Rektor UGM, Prof Panut Mulyono menilai, dalam kepemimpinan ASEAN 2023 Indonesia perlu menekankan sains dan teknologi pada era Masyarakat 5.0. Serta, perkembangan inovasi teknologi dan Revolusi Industri 4.0 yang mengubah perilaku dan peradaban.
Ia berpendapat, perubahan yang terjadi kepada masyarakat dunia memang menuntut masyarakat ASEAN untuk dapat menguasai teknologi-teknologi kunci. Di antaranya, teknologi kecerdasan buatan (AI), sensor, robot, machine learning, dan big data.
"Namun, penguasaan terhadap teknologi juga harus disertai kemampuan lainnya dan human literacy lain seperti kemampuan komunikasi, kreativitas dan sebagainya," kata Panut dalam Diskusi Penajaman PED Kekuataan Indonesia di ASEAN 2023, Ahad (2/5).
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Rizal Affandi Lukman menuturkan, keketuaan Indonesia di ASEAN tidak lepas dari posisinya di berbagai forum internasional. Seperti G-20 dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).
"Karenanya, sinergi prioritas menjadi kata kunci memastikan kepentingan Indonesia dapat diwujudkan di ASEAN, APEC dan G-20. Keterlibatan aktif dalam forum-forum ini untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi," ujar Rizal.
Dubes Perwakilan Tetap RI untuk ASEAN, Padmo Sarwono menambahkan, fokus keketuaan perlu diarahkan satu pilar. Misal, ekonomi yang fokus ke kepentingan nasional, isu-isu yang berkembang dalam presidensi Indonesia di G20 agar selaras ASEAN.
"Isu pemulihan ekonomi pasca-Covid serta memanfaatkan kerja sama eksternal dalam pengembangan ekonomi ASEAN selain bidang pariwisata, konektivitas dan ekonomi kreatif," kata Padmo.