REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Soal revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018 – 2023, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah –dinilai-- masih terlalu pesimis dalam prediksi pertumbuhan ekonomi maupun target indikator kinerja utama.
Padahal, peluang Jawa Tengah untuk memaksimalkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) 79/ 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal- Semarang- Salatiga- Demak- Grobogan- Kawasan Purworejo- Wonosobo- Magelang- Temanggung dan Kawasan Brebes- Tegal- Pemalang, sangat terbuka.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi RPJMD 2018- 2023 DPRD Jawa Tengah, Hadi Santoso mengatakan, usai pansus melakukan pembahasan –baru- baru ini—masih pesimisme Pemprov Jawa Tengah tersebut masih tersirat.
Ia melihat Pemprov Jawa Tengah belum memaksimalkan potensi hadirnya Proyek Strategis Nasional yang ada di daerahnya. “Ini artinya, Jawa Tengah masih berpotensi hanya menjadi ‘penonton’ di tengah tingginya arus investasi di daerahnya,” ungkapnya, di Semarang, Kamis (27/5).
Menurut Hadi, terbitnya perpres 79/2019 yang melahirkan Kawasan Industri Kendal, Kawasan Industri Brebes, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur dan Perpres 109/2020 yang mendorong lahirnya Kawasan Industri Terpadu Batang menjadi potensi yang sangat jelas.
Pertanyaan berikutnya, tinggal bagaimana Pemprov Jawa Tengah bisa memanfaatkan dalam agenda revisi RPJMD 2018- 2023 tersebut. Sebab, jika dilihat dari target yang dipasang belum tercermin optimisme yang dimaksudkannya.
Ribuan kendaraan proyek di Jawa Tengah tidak mampu diolah untuk menaikan pajak daerah, pun demikian belum terlihat terobosan untuk mengambil potensi pendapatan dari lahirnya kawasan industri ini bagi pemerintah daerahnya.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah ini juga mengungkapkan, dalam revisi target untuk indikator kemiskinan sampai 2023, dikoreksi dari 7,8 persen naik menjadi 10,27 persen.
Sementara angka pengangguran terbukanya diprediksi juga naik hingga mencapai 5,67 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi diprediksikan turun sekitar 8 poin, dari 6.0 persen menjadi 5,29 persen.
Menurutnya, Pemprov Jawa Tengah masih ‘beralibi’ soal Covid-19 --yang seolah- olah-- masih belum bisa dikendalikan sampai dengan tahun 2023 nanti serta masih menghambat pembangunan perekonomian daerah.
“Padahal KSPN Borobudur terus berjalan, Kawasan Industri Kendal, kawasan Industri terpadu Batang sudah lari kencang, masak target 7 persen dari Pemerintah Pusat tidak berani kita pasang atau paling tidak mendekati, diangka 6,2 persen,” tegas Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Hal itu, masih jelas Hadi, cukup kontras dengan apa yang dilakukan oleh Pemprov Jawa Timur yang mampu mengoptimalkan potensi Perpres 80/ 2019 soal percepatan ekonomi untuk Jawa Timur.
Revisi RPJMD Jawa Timur –menurutnya-- sudah cenderung positif diatas RPJMD lama sejak tahun 2021. Rencana pendapatan mereka diatas target 2020, semua indikator sudah diatas target di 2021 kendati tidak bisa lepas dari situasi yang sama, pandemi Covid-19.
Bahkan, Pemprov Jawa Timur berani menargetkan kontribusi terhadap perekonomian nasional diatas 40 persen dan angka tersebut hanya selisih sedikit dari Jakarta. “Maka kita perlu banyak belajar ke Jawa Timur,” tambahnya.
Untuk itu, Hadi berharap masih ada waktu untuk melihat kembali semua indikator revisi RPJMD 2018- 2023 dan Pemprov Jawa Tengah harus bisa memprediksi yang lebih menunjukkan optimisme yang lebih baik seperti halnya semangat yang sudah ditunjukkan oleh Gubernur Jawa Tengah.
Selama ini, Gubernur Jawa Tengah sudah banyak mencontohkan dan mengajarkan optimisme dalam menata Jawa Tengah, bagaimana membawa Jawa Tengah bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19 dan sebagainya. "Maka semangat tersebut juga harus bisa kita terjemahkan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah sebagai landasan bagi kemajuan Jawa Tengah ke depan,” tegasnya.