Ahad 30 May 2021 23:46 WIB

Epidemiolog Usul Pemerintah Jemput Bola Vaksinasi Lansia

Cakupan vaksinasi lansia harus aktif atau mendatangi sasaran.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Seorang warga lanjut usia (lansia) mendapatkan suntikan vaksin Sinovac di Belle Li Mbui, Kota Gorontalo, Gorontalo, Rabu (19/5/2021). Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mewajibkan setiap aparatur sipil negara (ASN) di lingkup pemerintah provinsi mengajak dua warga lansia untuk menjalani vaksinasi COVID-19 guna meningkatkan cakupan vaksinasi pada warga lansia.
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Seorang warga lanjut usia (lansia) mendapatkan suntikan vaksin Sinovac di Belle Li Mbui, Kota Gorontalo, Gorontalo, Rabu (19/5/2021). Gubernur Gorontalo Rusli Habibie mewajibkan setiap aparatur sipil negara (ASN) di lingkup pemerintah provinsi mengajak dua warga lansia untuk menjalani vaksinasi COVID-19 guna meningkatkan cakupan vaksinasi pada warga lansia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif mengusulkan agar vaksinasi orang lanjut usia (lansia) dilakukan dengan jemput bola atau mendatangi langsung para lansia di kediamannya. Metode ini dianggap lebih efektif dan memudahkan lansia itu sendiri.

"Cakupan vaksinasi lansia harus aktif atau mendatangi sasaran," kata Syahrizal kepada Republika, Ahad (30/5).

Baca Juga

Syahrizal optimistis, vaksinasi lansia melalui jemput bola dapat dilakukan. Menurutnya, metode ini tak terhambat oleh keterbatasan jumlah tenaga kesehatan (nakes) karena bisa dibantu otoritas lokal.

"Ya mungkinlah, kan untuk vaksinasi cukup dua nakes harus melibatkan RT atau bidan desa dan kader kesehatan untuk identifikasi lansia di wilayah kerja mereka," ujar Syahrizal.

Usulan Syahrizal disampaikan guna menyoroti angka kematian pada lansia usia 60 tahun ke atas akibat Covid-19 mencapai 49,4 persen atau jadi yang tertinggi di antara kelompok usia lainnya. Karena memiliki risiko tinggi jika terinfeksi Covid-19, perlindungan kepada lansia jadi penting dan harus jadi prioritas.

"Inikan faktor resiko yang sudah lama diketahui, bukan hal baru yaitu usia lanjut dan komorbid faktor utama kematian Covid-19," ucap Syahrizal.

Selain itu, Syahrizal merekomendasikan agar skrining komorbid bagi lansia ditiadakan. Ia mendapati banyak lansia di daerah yang takut vaksinasi karena pemahaman yang salah dan dampak dari kegiatan skrining komorbid. Alhasil kondisi ini menghambat cakupan vaksinasi Covid-19.

"Kemenkes harus berani mengubah kebijakan skrining. Hanya di Indonesia lansia jika mau divaksin di skrining. Di luar negeri sesuai anjuran WHO justru tambah banyak komorbid harus divaksin. Banyak lansia tidak mau divaksin karena takut komorbid," pungkas Syahrizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement