REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Angka kasus baru Covid-19 naik pascalibur Lebaran. Terkait kondisi itu, Bupati Semarang, Jawa Tengah, Ngesti Nugraha, menginstruksikan pelaksanaan penilaian akhir tahun (PAT) pendidikan jenjang PAUD, TK, SD, dan SMP sederajat, baik negeri maupun swasta, di wilayah setempat dilaksanakan secara daring.
Menindaklanjuti rapat penanganan kasus Covid-19 yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang bersama dengan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah setempat, bupati memandang perlu dikeluarkannya instruksi tersebut.
"Tujuannya tentu guna mengendalikan kasus baru di daerah ini setelah terjadi kenaikan kasus yang terpantau pasca masa libur Lebaran," ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang.
Menurut bupati, Pemkab Semarang sudah menggelar rapat koordinasi dengan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang, yang secara khusus membahas evaluasi dan monitoring perkembangan Covid-19.
Kesimpulannya, PAT untuk jenjang pendidikan PAUD, TK, SD, dan SMP sederajat di Kabupaten Semarang wajib dilaksanakan dengan cara daring. Hal ini untuk meminimalkan risiko penyebaran Covid-19.
Kendati begitu, kata Ngesti, PAT daring tersebut ada beberapa pengecualian, khususnya untuk sekolah tertentu yang selama ini masih mengalami hambatan keandalan sinyal seluler. "Apabila akses infratruktur daring tidak mendukung, PAT bisa dilakukan dengan tatap muka," kata dia.
Namun bupati juga memastikan, jumlah sekolah yang mengalami kendala infrastruktur daring di Kabupaten Semarang relatif lebih sedikit. "Dari pengamatan kami, itu hanya beberapa sekolah saja dan jauh lebih kecil," jelas Ngesti.
Selain itu, lanjutnya, sekolah yang menjalankan PTM karena sinyal selulernya tidak mendukung juga wajib menjalankan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Dengan catatan, di lingkungan sekolah tidak ada warga yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Kalaupun kemudian memang ada warga di sekitar lingkungan sekolah yang positif Covid-19, maka opsi penundaan PAT harus menjadi pilihan yang pertama. Pelaksanaan PAT secara tatap muka juga tidak boleh dipaksakan.
"Maka, selain wajib berpedoman pada instruksi tersebut, pelaksanaan PAT secara tatap muka di sekolah juga wajib memperoleh rekomendasi dan izin Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 desa/kelurahan hingga di tingkat kecamatan," ujarnya.
Khusus untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, masih kata bupati, kegiatan hajatan oleh masyarakat, masih diizinkan dengan jumlah undangan yang hadir maksimal hanya 75 orang.
Namun izin utuk menggelar hajat tersebut tidak akan berlaku jika di lingkungan RT lokasi hajatan ada warga yang terkonfirmasi positif Covid-19. Maka pemkab meminta kegiatan atau hajatan yang dimaksud untuk ditunda terlebih dahulu.
Kalaupun ketentuan pembatasan hajatan terpenuhi dan mendapat izin dari Satgas Percepatan Penanganan Covid-19, maka seluruh tamu undangan pada hajatan itu tidak diperkenankan untuk menikmati hidangan dan minum di lokasi hajatan.
Teknisnya, setelah datang memberikan ucapan selamat, tamu undangan langsung pulang membawa makanan yang disiapkan oleh tuan rumah. Pelaksana hajatan dan masyarakat diharapkan bisa mamahami kondisi besarnya risiko yang bisa terjadi.
Maka Pemkab Semarang juga meminta ada ketegasan dari Satgas Covid-19 kecamatan. "Karena harus ada izin dari satgas baik desa/kelurahan maupun satgas kecamatan sebelum hajat dengan pembatasan bisa digelar oleh warga,” tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan data zonasi Covid-19 yang dirilis Satgas Covid-19 di Kabupaten Semarang, saat ini ada sedikitnya empat kecamatan yang masuk dalam zona merah risiko penyebaran Covid-19.
Yakni meliputi Kecamatan Bergas, Tuntang, Pabelan, dan Bancak. Keempat kecamatan yang dimaksud juga kembali menjadi zona merah atau zona risiko tinggi rasio penyebaran Covid-19 mencapai 0 - 1,8.