REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini terus mendorong pengembangan produk halal. Khususnya untuk produk makanan-minuman mengingat besarnya pasar ekspor daerah ini ke negera-negara muslim Asia-Pasifik, Afrika maupun Timur-Tengah.
"(Produk) Halal sudah menjadi gaya hidup masyarakat global. Dengan populasi muslim dunia pada 2030 yang diperkirakan mencapai 2,158 miliar orang (26 persen populasi dunia), potensi pasar produk halal kita sangat besar," kata Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim, Tiat Surtiati Suwardi dalam presentasi berjudul Pengembangan Industri Halal Jawa Timur, Sabtu (12/6).
Berbekal surplus ekspor Jatim untuk produk nonmigas yang mencapai 1,56 miliar dolar AS atau setara Rp 21,9 triliun (kurs Rp 15.000 per dolar AS) pada kurun 2020, produk halal Jatim mutlak untuk digenjot dari sekarang. Apalagi neraca perdagangan domestik atau antardaerah yang berhasil dicatatkan Jawa Timur pada kuartal I tahun ini (2021) disampaikan Tiat Surtiati juga surplus seebsar Rp50,73 triliun.
Data di Bagian Perekonomian Pemprov Jatim, pada kurun tahun 2020, volume produk-produk halal Jawa Timur untuk komoditas makanan-minuman mencapai 309 miliar dolar AS atau setara Rp46,35 triliun. Dari nilai ekspor produk halal jenis makanan-minuman itu,sekitar 20,1 persen di antaranya merupakan pasar di negara-negara muslim seperti Malaysia, Saudi Arabia, Nigeria, Mesir dan Uni Emirat Arab.
Belum lagi ekspor produk tekstil dan turunan produk tekstil yang mencapai 0,25 miliar dolar AS (sekitar Rp3.75 triliun), farmasi sebesar 0,20 miliar dolar AS (sekitar Rp3 triliun) dan kosmetik sebesar 40,16 juta dolar AS (602,4 miliar), pada periode 2020.
"Semua produk-produk ekspor nonmigas dari Jatim itu, pangsa pasar negara-negara muslim cukup banyak. Terutama untuk komoditas kosmetik yang pasar negara OKI mencapai hampir separuhnya, yakni 49,35 persen," paparnya.
Negara-negara muslim yang menjadi tujuan ekspor produk halal atau produk yang berpotensi untuk disertifikasi halal dari Jatim itu mulai dari Malaysia, Saudi arabia, Nigeria, Mesir, UEA, Bangladesh, Turki, Oman, Maladewa, Iran, Qatar, Libya, serta Irak.
Masalahnya, sebagaimana diakui Tiat Surtiati, volume produk-produk bersertifikasi halal dari Jatim belum sepenuhnya optimal. Minimnya UKM yang telah mengantongi sertifikat halal menjadi tolak ukurnya.
Dari total industri kecil yang bergerak pada produk makan-minuman di Jatim yang mencapai 479.621 unit, yang sudah bersertifikat halal baru 2.23 unit. Selebihnya, 465.391 unit industri kecil belum mengantongi sertifikat halal.
Padahal total produksi makanan-minuman di Jatim pada kurun 2020 tercatat mencapai Rp248,7 triliun. Rinciannya, sekitar Rp21 triliun ekspor dan Rp227,69 triliun penjualan di dalam negeri."Dan sekitar 57,56 persen industri pengolahan di Jatim yang menyumbang PDRB Jawa Timur pada triwulan I 2021 sebesar Rp587,32 triliun itu berasal dari industri kecil yang jumlahnya mencapai 1.852.973 unit," terangnya.
Untuk mengembangkan produk halal di Jawa Timur itu Pemprov Jatim saat ini telah menginisiasi terbentuknya kawasan Safe n Lock khusus kelompok industri halal di Sidoarjo.Selain itu, upaya lain yang telah dilakukan dan saat ini terus didorong adalah dengan mendorong dunia pesantren untuk berkontribusi dalam mengembangkan produk halal melalui kebijakan "One Pesantren One Product" (OPOP).
Masalahnya, lanjut Tiat Surtiati, sampai saat ini jumlah lembaga pemeriksa halal di Jatim masih terbatas. Kapasitas yang dimiliki lembaga yang telah memiliki kualifikasi dan kapasitas memberi sertifikasi halal, seperti LPPOM-MUI, Surveyor Indonesia dan Sucofindo, hanya memiliki kapasitas sekitar 10 ribu sertifikasi per tahunnya.
"Kita juga belum memiliki standar penetapan biaya sertifikasi halal yang bisa menjadi patokan," katanya. Belum lagi terbatasnya tenaga penyelia halal tersertifikasi pada industri kecil di Jatim."Oleh karena itulah, sosialisasi perlu terus dilakukan. Di sini peran media (massa) juga sangat vital dalam ikut mendorong percepatan program industri halal di Jatim melalui publikasi secara terus-menerus dan konsisten," ujarnya. Sinergi pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun target pembiayaan seluruh industri kecil memiliki sertifikat halal sangat perlu ditingkatkan lagi, tambah Tiat.