REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), dr Riris Andono Ahmad menilai, melonjaknya kasus di Kudus selain karena munculnya varian baru juga tingginya tingkat kerumunan. Ini membuat angka reproduksi virus naik tajam.
Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM itu menilai, strategi yang paling efektif mengatasinya dengan memisahkan orang sakit atau terinfeksi virus dari populasi. Hal ini penting agar kita bisa terlebih dulu mengurangi jumlah virus yang beredar.
Namun, ia mengingatkan, yang menjadi kendala selama ini kemampuan kita dalam melakukan testing dan melaksanakan isolasi di daerah yang masih lemah. Bahkan, lokasi karantina di daerah-daerah sampai saat ini saja masih sangat terbatas.
"Jika kemampuan ini sulit, maka langkah selanjutnya, jika tingkat paparan masih tinggi dengan cara menghentikan mobilitas warga karena virus itu tidak bergerak ke mana-mana, namun berasal dari mobilitas warga," kata Doni, Rabu (16/6).
Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM, dr Gunadi menerangkan, varian corona Delta memang mendominasi kejadian Covid-19 di Kudus. Namun, ia mengingatkan, keluarga turut menjadi sumber pembentukan klaster karena terjadinya transmisi lokal.
Gunadi menjelaskan, varian delta ini mampu meningkatkan kemampuan transmisi, mengelabui sistem imun dan varian ini memiliki tingkat transmisi lebih besar. Bahkan, sekitar 41-60 persen dibandingkan varian alpha yang ada di Wuhan.
"Varian itu terus berkembang bisa naik atau menurun, bahkan mampu reinfeksi karena mampu menurunkan respons imun," ujar Gunadi.