REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY tengah merencanakan untuk membangun rumah sakit darurat khusus untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Sleman. Hal ini menyusul lonjakan kasus yang terus terjadi, terutama di Sleman.
"Ada wacana itu (membangun RS darurat) terutama memang kemarin kami melihat di Sleman. Karena Sleman ini wilayah yang paling tinggi rujukannya, sehingga ada ide untuk mendirikan RS darurat di Sleman," kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DIY, Yuli Kusumastuti kepada wartawan dalam wawancara yang digelar melalui Zoom, Senin (28/6).
Saat ini, di seluruh kabupaten/kota se-DIY ada 27 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19. Sementara, di Kabupaten Bantul juga ada satu rumah sakit lapangan khusus Covid-19.
Namun, dengan lonjakan kasus Covid-19 yang sangat signifikan di DIY belakangan ini menyebabkan keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) terus meningkat tajam. Bahkan, sebagian besar BOR di rumah sakit rujukan rata-rata ada di angka 85 bahkan 100 persen.
"Itu (rencana pembangunan RS darurat) sedang dalam proses, karena tidak mudah. Wacana untuk membuka RS darurat sedang berlangsung, tapi di level provinsi," ujar Yuli.
In Picture: Tenda Darurat RSUP Dr Sardjito Antisipasi Lonjakan Pasien
Selain itu, pihaknya juga tengah membahas terkait penambahan shelter penanganan Covid-19. Pasalnya, kasus terkonfirmasi positif juga didominasi oleh kasus yang tidak bergejala hingga gejala ringan.
Kasus yang tidak bergejala dan bergejala ringan ini, katanya, tidak perlu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Sehingga, dengan ditambahnya shelter dapat mengurangi beban rumah sakit yang hanya diperuntukkan untuk menangani pasien Covid-19 dengan kondisi sedang hingga berat.
"Supaya tidak semakin memperbanyak transmisi di tingkat masyarakat, kita shelter-kan (yang tidak bergejala) dan nanti dipantau oleh tenaga kesehatan agar tidak jatuh ke kondisi yang berat," jelasnya.
Yuli menyebut, saat ini masih ada rumah sakit rujukan yang merawat pasien tidak bergejala. Sementara, pasien yang membutuhkan perawatan intensif menjadi tidak terlayani dengan baik.
Rumah sakit pun, katanya, memiliki beban yang berat. Mengingat rumah sakit tidak boleh menolak pasien.
"RS ini menerima beban ganda, satu sisi pasien Covid-19 harus tetap dilayani, tapi di sisi lain RS juga tidak bisa menolak. Dinkes dan dinas sosial dalam proses pembicaraan untuk membuka shelter dengan harapan RS berkurang bebannya," katanya.