REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu roda penggerak ekonomi. Meskipun begitu, proses pertanian di Indonesia masih tergolong tradisional.
Saat ini para petani cenderung belum menggunakan teknologi dalam pengolahan ladang pertaniannya. Untuk memudahkan proses dalam irigasi sawah, tim mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuat teknologi bernama Smart Sensor Irrigation System.
Salah satu anggota tim, Syaifulla Amin menjelaskan, ide teknologi tersebut berawal dari kebiasaan para petani di daerahnya. Saat terjadi kekeringan, sawah dan ladang yang dekat dengan mata air akan menutup akses air bagi ladang yang jauh. Sementara pada saat curah hujan cukup tinggi, ladang dan sawah yang dekat dengan mata air akan mengalirkan air ke sawah-sawah lain.
Menurut Syaifulla, sistem tersebut jelas merugikan ladang yang berada jauh dengan mata air. "Oleh karena itu kami memiliki ide untuk menciptakan teknologi Smart Sensor Irrigation System," katanya.
Ditambahkan, teknologi ini akan membantu para petani untuk mengatur proses pengairan di ladang mereka. Teknologi ini dibuat dengan empat sensor utama yang berfungsi untuk mengukur ketinggian air di ladang, kelembaban tanah dan udara, serta mengukur suhu. "Di samping itu juga bisa menentukan tingkat asam atau basa dari suatu larutan," kata mahasiswa Teknik Elektro UMM ini.
Dengan informasi itu, para petani akan mengetahui secara detail mengenai ladang pertaniannya. Selain terhubung dengan ponsel para petani, sensor ini juga terhubung pada alat irigasi sawah. Alat tersebut otomatis terbuka dan tertutup sesuai tingkat air yang tersedia di ladang.
Ide teknologi ini akhirnya diikutsertakan pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada bidang Karsa Cipta (KC) dan lolos ke tahap pendanaan Dirjen Dikti pada Mei lalu. Selama membuat alat tersebut, Syaifulla dibantu oleh Izzatul Mas’una dan Amimmatur dari Jurusan Matematika, serta Mufid Zukhruf dari Jurusan Informatika.
Saat ini proses pengembangan teknologi tersebut berada di tahap pembuatan aplikasi. Syaifulla menegaskan, timnya akan mulai membikin prototipe alat setelah Ujian Akhir Semester (UAS) berakhir pada pertengahan Juli.
“Kami berharap teknologi ini akan membantu masyarakat luas, terutama bagi masyarakat yang mengalami kendala dalam sistem irigasi seperti daerah saya,” ungkapnya.